Cita-cita Tertinggi Seorang Muslim

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menuturkan penjelasan menarik dalam Kitab Fawaidul Fawaid (terjemahan, hlm. 424), bahwa sejak lahir hingga wafat nanti kita masih terus berjalan menuju Allah. Kita baru akan turun dari tunggangan ketika hari perjumpaan dengan-Nya tiba. Jalan menuju Rabb Yang Mahakuasa sudah begitu jelas bagi hamba, tetapi kekeruhan hati membuat banyak dari mereka yang tersesat di jalan kebinasaan. Karena itu, tetaplah fokus menuju Allah dan perbanyaklah perbekalan Anda untuk menghadap-Nya kelak.

Beliau melanjutkan penjelasannya, bahwa untuk meraih cita-cita yang tinggi, ada syarat yang harus kita tunaikan. Cita-cita yang tinggi hanya bisa dicapai dengan semangat yang tinggi dan niat yang benar. Jadi, siapa saja yang tidak memiliki kedua hal tersebut, sulit baginya untuk menggapai cita-citanya.

Apabila semangat seseorang untuk meraih cita-citanya begitu tinggi, maka semangatnya hanya akan terkait dengan cita-citanya tinggi itu, dan tidak akan terkait dengan hal lainnya. Apabila niatnya sudah benar, maka niatnya akan menggerakannya untuk menempuh jalan yang dapat menyampaikannya kepada cita-citanya.

Dengan demikian, niat akan melapangkan jalan yang akan dilaluinya, sedangkan semangat akan memfokuskannya pada cita-cita yang ingin dicapainya. Jika jalan ini sudah tersambung kepada tujuan atau cita-cita yang ingin diraih, maka dipastikan tujuan atau cita-cita tersebut akan tercapai.

Akan tetapi, apabila semangatnya untuk meraih cita-citanya rendah, maka semangatnya akan terkait dengan hal-hal yang rendah pula dan tidak akan terkait dengan tujuan yang tinggi. Apabila niatnya untuk menggapai cita-cita tidak benar, maka jalan yang ditempuhnya tidak akan bisa mengantarkannya pada cita-citanya.

Maka, pokok permasalahan dalam hal ini terletak pada semangat dan niat. Keduanya merupakan perkara yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin meraih cita-cita, sekaligus merupakan jalan yang harus ditempuh untuk sampai pada tujuan (Fawaidul Fawaid, hlm. 425)

Itu sebabnya, untuk meraih cita-cita tertinggi bagi seorang muslim, yakni surga, maka niatnya harus benar dan semangat kudu tinggi untuk meraih cita-citanya tersebut. Ini bakalan menentukan hasil akhirnya. Nggak mungkin banget kita pengen dapetin surga, tetapi shalat aja masih jarang dilakukan, atau jika pun dilakukan masih sering ditunda-tunda sehingga nggak selalu tepat waktu, sedekah tak pernah, zakat nggak mau, dan boro-boro puasa. Aduh, itu gimana urusannya kalo ada yang model gini? Cita-citanya ingin dapetin surga tetapi upayanya nggak ada. Itu namanya sekadar angan-angan. Sebab, orang yang berharap itu sambil beramal. Kalo cuma berharap tanpa beramal, namanya sekadar angan-angan.

Kalo ada yang berpikir bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, lalu bilang “nggak apa-apa kok kalo nggak beramal, Allah Ta’ala itu Maha Pengampun”. Betul memang. Tapi untuk siapa? Untuk orang beriman yang mengetuk pintu ampunan-Nya. Bukan untuk yang tak pernah beramal dan tak pernah minta ampunan kepada Allah Ta’ala. Betul bahwa bisa masuk surga itu bukan semata karena amal shalih kita, tetapi karena rahmat dan ampunan dari Allah Ta’ala. Nah, persoalannya bagaimana bisa mendapatkan rahmat dan ampunan kalo kita tak pernah beramal shalih? Mustahil ini namanya karena sekadar berangan-angan saja. Hati-hati, lho.

Dalam hadits disebutkan (yang artinya), sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816)

Sedangkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS al-Hadiid [57]: 21)

Dalam ayat ini dinyatakan bahwa surga itu disediakan bagi orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Berarti ada amalan. Eh, jangan bingung dulu, ya. Seolah ada pertentangan antara al-Quran dan hadits. Kita cari tahu pendapat ulama.

Nah, ini ada penjelasan menarik dan bagus dari Imam Nawawi rahimahullah (yang dinukil dari laman rumaysho.com), “Ayat-ayat al-Quran yang ada menunjukkan bahwa amalan bisa memasukkan orang dalam surga. Maka tidak bertentangan dengan hadits-hadits yang ada. Bahkan makna ayat adalah masuk surga itu disebabkan karena amalan. Namun di situ ada taufik dari Allah untuk beramal. Ada hidayah untuk ikhlas pula dalam beramal. Maka diterimanya amal memang karena rahmat dan karunia Allah. Karenanya, amalan semata tidak memasukkan seseorang ke dalam surga. Itulah yang dimaksudkan dalam hadits. Kesimpulannya, bisa saja kita katakan bahwa sebab masuk surga adalah karena ada amalan. Amalan itu ada karena rahmat Allah. Wallahu a’lam.” (Syarh Shahih Muslim, jilid 14, hlm. 145)

Jadi kita masuk surga bukan semata-mata dengan amalan kita. Amalan kita itu bisa ada karena taufik Allah. Taufik Allah itulah karunia dan rahmat-Nya. Jadi, amalan itu ada karena karunia dan rahmat-Nya. Hanya Allah yang memberi taufik. Nah, ini penjelasannya, ya. Itu sebabnya, bersyukurlah jika kita termasuk orang yang dimudahkan dalam beramal.

Maka, kalo cita-cita tertinggi bagi kita seorang muslim adalah meraih surga, maka cara yang bisa diupayakan adalah dengan beriman dan beramal shalih. Tentu menjadi mustahil kalo pengen langsung masuk surga (tanpa mampir di neraka) tetapi amal shalihnya minim. Apalagi yang halu alias utopia banget, nggak beriman dan nggak beramal shalih tetapi pengen masuk surga. Jangan sampe kita berbuat yang demikian. Masuk surga adalah cita-cita tertinggi. Cita-cita masih bisa diupayakan. Sudah dijelaskan ya cara-caranya tadi, intinya beriman dan beramal shalih. Detilnya tentu kita jauhi maksiat dan berlomba dalam kebaikan (beramal shalih).

So, untuk meraih cita-cita duniawi saja perlu upaya keras dan cerdas, apalagi untuk cita-cita di akhirat yang ingin mendapat surga secara langsung (tanpa mampir dulu ke neraka). Iya, kan? Jangan berangan-angan tanpa amal shalih karena itu mustahil. Apalagi tanpa iman dan tanpa amal shalih, itu utopia namanya. Bahaya.

Salam,
O. Solihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.