#22  Bukber Makber

#webseriesramadhan | Serial Marbot Madani | By: O. Solihin 

Bang Faisal bilang ke anak-anak Marbot Madani kalo dirinya nggak terlalu suka untuk datang di acara bukber sesama alumni SMA-nya. Dia beralasan bahwa acara tersebut lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Tapi, karena ada satu kepentingan khusus yang ingin disampaikannya, akhirnya Bang Faisal mau menghadiri acara bukber alumni SMA-nya yang sekelas saja. Berdasarkan di list yang disebar ke grup WhatsApp alumni SMA-nya, yang bersedia hadir 25 orang. Acara di sebuah café yang sudah di-booking jauh-jauh hari.

Beberapa temannya, menurut cerita Bang Faisal, mereka sudah tahu prinsip dirinya bahwa sebuah acara yang dikemas untuk tujuan baik, maka isinya juga harus menuju kepada hal baik atau dilakukan dengan beragam kebaikan. Mereka yang jadi panitia setuju. Termasuk mengiyakan ketika Bang Faisal ingin membawa Aji dan Imron untuk menemaninya dan merekomendasikan Ustaz Syamsul untuk mengisi tausiyahnya. Sekalagus menasihati teman-temannya yang belum hijrah.

Bakda Ashar Bang Faisal yang ditemani Aji dan Imron sudah berangkat menuju café yang menjadi tempat pertemuan alumni SMA-nya, khususnya teman sekelas Bang Faisal. Café yang kekinian dan cocok dengan gaya anak muda. Di antara sesama alumni SMA-nya itu, ada juga yang sudah menikah dan bekerja. Tapi paling banyak yang masih kuliah. Rata-rata tingkat akhir. Itu artinya ini bukber semacam reuni bagi yang udah 4 tahunan nggak ketemuan.

Bang Faisal memarkir motor matic-nya di halaman café. Aji dan Imron yang berboncengan juga ikut memarkir motornya sejajar dengan motor Bang Faisal yang diparkir. Mereka bertiga lalu menuju tempat yang sudah disepakati dalam undangan. Tampak beberapa teman Bang Faisal sudah menunggu dan mengerjakan dekorasi sederhana.

“Assalaamu’alaikum!” Bang Faisal mengucapkan salam.

“alaikumussalam!” ada sepuluh temannya Bang Faisal yang menjawabnya. Ada yang laki-laki dan juga perempuan. Mereka saling bersalaman dengan Bang Faisal, kecuali temannya yang perempuan.

“Alhamdulillah, datang juga akhirnya!” sambut Hamzah sumringah.

“Iya, insya Allah. Semoga ada kebaikan di dalam acara ini,” Bang Faisal menjawab sekaligus diamini beberapa kawannya.

“Mau pesan minuman apa nih? Eh, belum buka ya?” Dani guyon diiringi derai tawa temannya.

Mereka lalu terlibat obrolan. Satu per satu teman-teman mereka yang berniat hadir sudah berkumpul semua. Waktu sudah menunjukkan pukul 16:30 WIB. Akhirnya Bobi yang didaulat jadi ketua panitia acara bukber mengambil mikrofon lalu menyampaikan beberapa informasi terkait agenda bukber sore itu. Ada tausiyah, yang insya Allah akan disampaikan Ustaz Syamsul, atas rekomendasi Bang Faisal. Ada santunan untuk anak yatim dan dhuafa yang saat itu hadir juga perwakilannya, ada sepuluh orang. Temu kangen dan ada makan bersama.

Pada sesi tausiyah menjelang buka shaum, Ustaz Syamsul sudah mewanti-wanti bahwa, “Agenda bukber itu bagus, tapi jangan sampai menjadi makber. Ya, bukber alias buka bersama itu bagus. Ada keakraban satu sama lain. Menjalin ukhuwah. Bagus. Tapi jangan sampai acara berubah jadi makber alias maksiat bersama. Bukan makan bersama, ya. Apa tadi? Ya, jangan sampai berubah jadi maksiat bersama,” jelas Ustaz Syamsul.

Hadirin mesem-mesem. Ada yang tertawa, ada yang sekadar senyum, tapi ada juga sepertinya kurang suka. Pada sesi tanya jawab, Ardian bertanya, tapi sepertinya lebih tepat disebut menyampaikan opininya.

“Ceramah seperti ini cocoknya untuk anak-anak dan remaja. Kami ini sudah dewasa. Sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah menurut pemikiran kami masing-masing. Tak usahlah diingatkan lagi soal itu. Lagi pula, di antara kami sudah sama-sama tahu karakter masing-masing. Tak perlu saling mengintervensi. Dalam berislam tak perlu saklek atau kaku. Seolah harus hitam dan putih. Halal dan haram. Tidak seperti anak kecil yang harus dijelaskan aturan main, kami sudah punya prinsip masing-masing. Agama tak usah dibuat susah. Saling menghargai saja. Kalo ada yang maksiat, biar dia saja urusannya. Bukan urusan orang lain atau temannya,” Ardian mengeluarkan unek-uneknya.

Ustaz Syamsul terlihat agak kaget. Tapi ia cepat bisa menguasai keadaan. Beberapa teman Bang Faisal saling berpandangan. Ada juga yang bisik-bisik. Karena berbisik, jadi tidak tahu apa isi pembicaraannya. Kemudian Ustaz Syamsul menanggapi pernyataan Ardian.

“Terima kasih atas pendapatnya. Sebenarnya agama ini nasihat. Jadi, kita mesti menyampaikan nasihat kepada siapa saja, termasuk yang sudah tahu andai ada di antara yang diberi nasihat itu memiliki ilmu agama. Orang yang tawadhu, rendah hati, ia akan menerima nasihat dari siapa pun. Tak akan sombong. Jika sudah tahu, ia anggap sebagai pengingat. Jika isi nasihatnya baru baginya, ia jadikan sebagai tambahan ilmu. Jadi, mestinya bersyukur jika masih ada yang menasihatinya,” Ustaz Syamsul menjelaskan.

Ardian kembali angkat bicara, “Jangan baper lah. Siapa pula yang akan melakukan maksiat. Jika mengancam seperti itu, justru banyak orang nggak terima.”

“Maaf, ini bukan soal baper. Dan, siapa pula sebenarnya yang baper? Saya hanya menyampaikan bahwa kegiatan ini bagus, tapi jangan dinodai dengan hal-hal yang bisa merusak kebaikan ini, gara-gara di acara ini ada maksiat bersama,” jawab Ustaz Syamsul.

“Maaf. Sebaiknya kita tak perlu berdebat soal ini. Kita memang sudah sama-sama dewasa, walau tak berarti juga bisa seenaknya mengabaikan nasihat,” Bobi ikut nimbrung.

“Nasihat basi!” gerutu Ardian.

“Tenang kawan! Jangan sampai kita mengaku dewasa tapi pikiran kita justru masih seperti anak-anak. Salah satunya mempertahankan ego. Tak melihat kebenaran yang nyata. Selain itu, harus memiliki adab dalam menyampaikan pendapat atau berdiskusi. Hormatilah, bagaimana pun ini majelis ilmu,” Hamzah menengahi.

“Ah, percuma saja semua pada kuliah. Tapi tak becus mengekspresikan kebebasan. Semua seolah patuh diatur doktrin berbalut nasihat yang sebenarnya membelenggu kebebasan!” Ardian tak bisa menahan emosi.

Bang Faisal, yang semula hanya menyimak, akhirnya angkat bicara, “Jenjang pendidikan seharusnya bisa mengantarkan kita bukan hanya pada kedewasaan dalam bersikap, tetapi juga bijak menyikapi pendapat orang lain yang berbeda dengan kita. Nasihat Ustaz Syamsul ini bagus. Harus kita apresiasi. Menurut informasi yang pernah saya baca. Istilah sayyi’ah, khathi’ah, dzanbun, dan itsmun; empat istilah ini memiliki arti yang berdekatan, yaitu maksiat. Maksiat bisa disebut sayyi’ah, bisa disebut khathi’ah, bisa disebut itsmun, bisa juga disebut dzanbun. Semua sinonimnya, memiliki makna yang berdekatan. Yang wajib dilakukan adalah mewaspadainya. Contohnya ghibah, menunda waktu sholat bahkan tak melaksanakan shalat, foto bareng dengan teman perempuan, apalagi sampai mesra dan pelukan dengan alasan menganggap serasa masih teman semasa SMA. Padahal bukan mahram. Nah, yang seperti ini yang terkategori bukber jadi makber. Ustaz Syamsul mewaspadai jangan sampai hal seperti itu kejadian juga di acara kita. Sekadar nasihat. Jika memang tak terjadi dan tak akan melakukan maksiat, ya jangan merasa tertuduh. Jangan baper lah!” Bang Faisal akhirnya panjang lebar menjelaskan ke teman-temen sekelasnya semasa SMA itu.

Aji dan Imron hanya menyaksikan. Tak berani berkomentar karena sekadar tamu yang diajak oleh Bang Faisal. Akhirnya, terdengar suara azan Maghrib dari siaran di televisi. Meski sepertinya belum tuntas, tapi semua sepakat mengakhiri sedikit konflik itu. Lalu bersama-sama buka shaum dan acara lainnya di café tersebut.

“Ini yang Abang khawatirkan. Ternyata terjadi juga, kan? Aji dan Imron melihat sendiri kan ada yang shalatnya ditunda-tunda dan bahkan ada yang kemungkinan nggak shalat. Dari sejak buka puasa sampai kita pamitan menjelang azan Isya ada yang belum shalat maghrib juga. Abang nasihati dia, tapi dia tak terima. Ya, Ardian itu. Alasannya kebebasan. Ngeri! Belum lagi mereka yang foto-foto dengan teman perempuannya. Ada yang berduaan segala padahal itu bukan mahram. Alasannya dulu pernah pacaran. Duh, maksiat kok diulang ya. Tapi setidaknya abang udah ngasih nasihat ke mereka. Udah sengaja merekomendasikan Ustaz Syamsul untuk mengisi tausiyah dan juga ngajak kalian supaya tahu kondisi. Susah memang, jika bukber dengan banyak orang serta beragam pemikiran. Ujungnya malah jadi makber. Bukber dibelain cari waktu. Shalat malah diabaikan seakan nggak ada waktu,” Bang Faisal mengeluarkan curhatannya di parkiran sebelum bersama-sama memacu kendaraan masing-masing menuju Masjid Raya untuk melakukan itikaf bergabung dengan anak-anak Marbot Madani lainnya yang malam ini tidak ikut itikaf di masjid komplek.[] 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.