Mengatasi Masalah dengan Masalah

Sebuah problem itu mestinya diberikan solusinya. Solusi yang benar dan baik. Jangan sampe sebuah masalah diselesaikan dengan sesuatu yang akkhirnya membuat masalah baru. Atau menambah masalah yang lama makin menjadi-jadi.

Misalnya, seorang anak menumpahkan minyak goreng di dapur, yang bisa membuat lantai licin dan berbahaya. Lalu Ibu anak tersebut segera mencoba membersihkan minyak dengan kain basah yang dianggapnya sebagai solusi. Padahal, menggunakan kain basah justru membuat minyak tersebar lebih luas ke area yang lebih besar di lantai. Bisa juga lantai menjadi lebih licin dan berbahaya dibandingkan sebelumnya, meningkatkan risiko tergelincir. Ini menyelesaikan masalah dan membuat masalah baru.

Contoh lain misalnya kamu naik sepeda motor. Tapi di ruas jalan tertentu terjadi kemacetan luar biasa. Akhirnya kamu nyari solusi dengan masuk jalur busway. Padahal, ada larangan bagi kendaraan lain memasukinya. Siap-siap juga ditilang polisi lalu lintas. Menyelesaikan masalah tambah banyak masalah.

Nah, terkait PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 tentang Kesehatan itu mencakup beberapa program kesehatan termasuk kesehatan sistem reproduksi, justru bertentangan dengan undang-undang yang sudah ada, lho. Jadi malah nggak sinkron. Sebagai contoh, dalam konteks penyebaran kondom di masyarakat, undang-undang memberikan perlindungan pada anak. Dalam UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, salah satu bentuk perlindungan adalah anak wajib dilindungi dari pengaruh dan kejahatan seksual. Anak adalah orang yang berusia di bawah 18 tahun. Ini menurut undang-undang di negeri ini, lho. Bertabrakan jadinya, kan?

Ada ketentuan mempertunjukkan alat pencegah kehamilan dan alat pengguguran kandungan, yakni Pasal 408 UU Nomor 1 Tahun 2023 yang menjelaskan dan mengatur: “Setiap Orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada Anak, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I”

Terus piye, Jal? Ya, begitulah kalo membuat peraturan tanpa memikirkan dampaknya. Ibarat mau memadamkan kebakaran sambil membuat kebakaran baru. Nggak bakalan selesai, kecuali tujuannya memang sengaja melakukan pembakaran.

Kalo dibilang bahwa seksualitas itu nggak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, bahkan sejak dulu sudah ada, itu memang benar sesuai fakta. But, manusia adalah makhluk mulia yang dibekali akal oleh Allah Ta’ala. Sehingga bisa berpikir, bisa menimbang mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang terpuji dan mana yang tercela. Dalam konteks agama kita, ditambah, mana yang halal dan mana yang haram. Jadi, kalo mau bikin peraturan untuk menyelesaikan masalah harusnya bisa tuntas. Jangan malah menimbulkan masalah masalah baru atau masalahnya tambah ruwet bin parah.

Salam,

O. Solihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.