Berteman atau Menyendiri?

Percikan296 Dilihat

Kalo ditanya seperti ini, jawabnya ya tergantung kondisi. Bener. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Lebih baik bersendiri daripada bergaul dengan orang-orang yang rusak. Dan lebih baik bergaul dengan orang-orang baik daripada menyendiri.” (HR al-Hakim)

Jelas, ya. Kalo di sekitarmu justru banyak orang yang buruk perilaku dan perangainya, maka menyendiri jadi lebih baik. Begitu pula sebaliknya, kalo di lingkungan sekitarmu malah banyak orang yang perilaku dan perangainya baik, pilihan menyendiri jelas nggak baik. Kudu gaul dengan orang-orang baik agar tertular kebaikan. Nah, biasanya yang sering terjadi itu, memang campuran dalam satu kondisi. Ada yang baik dan ada yang buruk perilaku dan perangainya. Misalnya di sekolah atau di pesantren. Maka, yang perlu kamu lakukan adalah berteman akrab dengan yang baik perilaku dan perangainya. Sementara dengan yang kurang baik perilaku dan perangainya, ya sekadar berteman biasa aja karena ada dalam satu lingkungan. Kalo ada peluang untuk mengingatkan dan mengajaknya menjadi baik, itu lebih baik. Jadi kamu bisa berdakwah mengajak dia jadi baik.

Nah, pertanyaannya sekarang, “siapakah orang yang baik itu?”, tentu ukuran yang pertama adalah keimanan. Kalo dilengkapi dan diperjelas, yakni orang yang harus jadi teman baik adalah orang yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Orang yang baik ini adalah yang beradab. Bukan sekadar beretika, tetapi wajib memiliki tauhid yang lurus. Kalo dia jujur ya dasarnya ajaran agama, bukan karena ingin dipercaya semata sama orang karena ada tujuan duniawi.

Baca juga:  Kemenangan Itu Amat Dekat

Begini penjelasannya. Menurut ajaran Islam, orang yang baik itu adalah yang memiliki iman kepada Allah Ta’ala. Ini dasarnya. Jika iman kuat menancap, maka dia akan menjadi orang yang bertakwa. Takwa itu adalah taat, jika ada perintah dalam Islam dia kerjakan, kalo ada larangan dari syariat Islam ya dia tinggalkan perbuatan yang dilarang tersebut. Jadi, adab kepada Allah Ta’ala ditempatkan di urutan paling utama. Berikutnya, adab kepada manusia, kepada ilmu, kepada alam, dan lain sebagainya yang disyariatkan dalam Islam. Adab kepada manusia, kepada ilmu, kepada alam ini semuanya berlandaskan tauhid, atau dipandang dalam kacamata tauhid. Bukan karena alasan kemanusiaan atau lingkungan dan sejenisnya dalam ukuran manusia. Imam al-Ghazali mengatakan bahwa berkawan dengan orang baik karena Allah adalah salah satu pilar memperkuat agama (Kitab al-Arba’in fi Ushul al-Din, hlm. 63).

Itu sebabnya, memilih teman yang baik itu akan mengantarkan kepada kebaikan. Kalo udah dapet, jangan dilepas. Berkawan akrablah dengan teman yang baik agamanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Seseorang dapat dinilai dari agama kawan setianya, maka hendaklah di antara kalian melihat seseorang dengan siapa mereka bergaul.” (HR al-Hakim)

Itu sebabnya, bahaya banget kalo berkawan akrab dengan teman yang buruk. Al-Imam Abu Hatim Ibnu Hibban rahimahullah berkata, “Semua teman duduk yang seseorang tidak dapat mengambil manfaat berupa kebaikan darinya, maka duduk berdekatan dengan anjing lebih baik dibandingkan bergaul dengannya, dan siapa yang suka berteman dengan orang yang buruk perbuatannya maka dia tidak akan selamat, sebagaimana siapa yang suka masuk ke tempat-tempat perbuatan yang buruk maka dia akan dicurigai atau dituduh ikut melakukannya.” (dalam Raudhatul Uqala’, hlm. 103)

Baca juga:  Tentang Subyektif dan Obyektif

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan, “Bergaul dengan teman ada dua macam. Pertama, pergaulan berdasarkan kecocokan dalam hal tabiat dan menghabiskan waktu. Pergaulan semacam ini kejelekannya lebih dominan daripada manfaatnya. Paling tidak, hal ini akan merusak kalbu dan menyia-nyiakan waktu. Kedua, pergaulan berlandaskan upaya untuk saling membantu dalam menempuh sebab keselamatan dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Pergaulan seperti ini merupakan salah satu keberuntungan terbesar yang sangat bermanfaat. Namun, ada tiga hal yang bisa membuatnya cacat:

1) saling berbasa-basi; 2) obrolan dan berkumpul berlebihan di luar batas kebutuhan; 3) berubah niat menjadi sekadar mencari kesenangan dan kebiasaan saja sehingga menghalangi dari tujuan utama.” (dalam al-Fawaid, hlm. 71)

Nah, jadi kalo di sekitarmu banyak teman yang baik, atau setidaknya ada teman yang baik walau jumlahnya nggak banyak, maka dekatilah dan bergaul dengan mereka. Jangan menyendiri. Oya, perlu diingat juga bahwa teman yang baik bukan berarti dia orang yang sempurna, maka bertemanlah untuk saling melengkapi kebaikan di antara kamu dan temanmu. Saling menasihati dalam kebaikan dan saling mendukung agar tetap bersabar dalam ujian hidup.

Salam,
O. Solihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses