Berbeda Tapi Tetap Bersatu

Percikan568 Dilihat

ffYup, berbeda boleh. Sesama muslim kita boleh aja kok berbeda pendapat, asal pendapatnya memang berdasarkan dalil yang benar dan baik yang dilandaskan ajaran Islam. Tapi, jangan sampe membedakan diri dengan menjaga jarak dan menganggap mereka yang berbeda dengan kita harus dibabat habis dan dikucilkan, padahal mereka juga punya dalil untuk berbeda pendapat. Jadi, nggak usah menyemai rasa benci ya. Tapi upayakan persatuan yang dilandasi dengan iman dan cinta.

Menghargai pendapat teman kita boleh-boleh aja selama memang alasannya bersumber pada ajaran Islam. Hmm.. jadi inget kisah ulama jaman dulu. Suatu saat Imam Syafi’i mengatakan, “Pendapatku benar, tapi ada kemungkinan pendapat orang lain tidak salah.” Beliau juga menegaskan, “Apa yang aku tuangkan dalam kitabku tidak semuanya harus kalian ikuti. Yang benar ambil, yang salah tinggalkan.”

Sementara itu, Imam Hanafi berkata, “Jika saya sampaikan itu benar, berarti itu datangnya dari Allah. Bila salah itu datangnya dari setan.” Sedangkan Imam Ahmad mengatakan, “Ambillah yang benar-benar saja dari pendapatku. Yang kalian ragukan, tinggalkan.”

Meskipun berpegang teguh pada hasil ijtihadnya sendiri, para Imam saling bertoleransi. Kata Imam Syafi’i, “Seluruh manusia di dalam bidang fikih adalah keluarga Abu Hanifah.” Imam Syafi’i menyunahkan doa qunut dalam shalat subuh. Namun tatkala shalat subuh di dekat kubur Abu Hanifah, ia meninggalkan bacaan qunut (al-Syarani: 213 dalam Islamia No 5/II April-Juni 2005)

Baca juga:  Cinta Buta Membawa Sengsara

Itu sebabnya, jika kebetulan ada yang berbeda cara wirid dan berdoa setelah shalat berjamaah, ya jangan serta merta menyalahkannya. Nggak boleh tuh. Lebih baik, ditanyakan kepada yang bersangkutan untuk mencari tahu alasannya. Jadi, kalo ada teman kita yang saat wirid diam-diam aja, doanya juga nggak ikutan bareng dengan jamaah lainnya yang mengeraskan suaranya, maka lebih baik kita tanya mengapa dia melakukan hal itu dan dalilnya ada nggak. Kalo ada dan hal itu berasal dari pendapat Islam, ya nggak usah memaksakan pendapat kita tentang tatacara wirid dan doa yang kita dapetin dari sumber yang berbeda.

Supaya klop dan bisa menghargai pendapat orang lain, kita harus punya persepsi utuh tentang pendapatnya. Sebab, “Perception is the basis of wisdom” (Persepsi adalah landasan kearifan), kata pakar psikologi Dr Edward de Bono. Sebelum menilai atau memutuskan, de Bono menganjurkan kita mengeksplorasi situasi dari berbagai sudut pandang. Baru setelah persepsi kita lengkap, kita menanggapi atau bereaksi terhadap masalah tersebut (Koran Tempo, 27 Agustus 2005)

Oya, kudu dibedakan antara memaksakan pendapat dengan mempertahankan pendapat. Kalo memaksakan, berarti ada objek yang ditekan, yakni orang lain supaya sama dengan kita. Tapi kalo mempertahankan pendapat boleh kok. Artinya, ketika kita udah ambil suatu pendapat dan merasa yakin itu benar, ya harus dipertahankan selama belum ada dalil yang lebih kuat dari yang kita yakini kebenarannya. So, nggak usah berantem, nggak baik menabur benci. Kita bisa bekerjasama dan bersatu dalam memajukan Islam.

Baca juga:  Waspadai Sifat Nifaq

Saya jadi ingat sebuah peristiwa, ada kasus beberapa remaja yang jsutru ditegur pembina pengajiannya karena menyebarkan buletin gaulislam yang saya kelola dengan kawan-kawan. Padahal kan seharusnya dibiarkan saja, bahkan bila perlu didukung karena isinya insya Allah mengajarkan kebaikan. Bahkan bile perlu kita bekerjasama dengan berbagai media Islam untuk menangkal media yang akan merusak Islam. Oya, itu perlu dicatat jumlahnya lebih bejibun dari media Islam. Oke? Jadi, tak perlu ada benci di antara kita kan?

Sobat muda muslim, semoga kita tetap bersatu. Bukan hanya selalu bersama. Karena apa? Karena kalo bersatu artinya kita nggak akan membuat jarak, meski di antara kita ada yang berbeda pendapat. Tapi perbedaan itu (baca: tentunya dalam hal yang cabang—seperti dalam masalah fikih, tapi kalo dalam masalah pokok, yakni akidah, wajib sama, nggak boleh beda) kita jadikan rahmat dan harusnya bisa bersinergi untuk membangun kekuatan dahsyat.

Nggak baik deh kita berantem dengan sesama kita sendiri, sementara kita lupa terhadap musuh-musuh agama ini yang selalu siap menerkam kita kapan saja. Kalo kita ribut mulu, mereka yang membenci Islam bakalan seneng. Karena nggak perlu capek-capek bertempur, toh kita bakalan ancur-ancuran karena menyulutkan api ‘perang saudara’.

Ada baiknya kita mencoba merenungkan firman Allah Swt.:“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS al-Hujuraat [49]: 10)

Baca juga:  Tak Baik Berbangga Diri

Oke? Mulai sekarang, jangan ada (lagi) benci di antara kita. Sebaliknya, semaikan rasa cinta. Karena sesama muslim adalah bersaudara.

Salam,
O. Solihin
Ingin berkomunikasi dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin

*Gambar dari sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses