Rasulullah saw. bersabda: “Akan datang suatu masa, dalam waktu dekat, ketika bangsa-bangsa (musuh-musuh Islam) bersatu-padu mengalahkan (memperebutkan) kalian. Mereka seperti gerombolan orang rakus yang berkerumun untuk berebut hidangan makanan yang ada di sekitar mereka”. Salah seorang shahabat bertanya: “Apakah karena kami (kaum Muslimin) ketika itu sedikit?” Rasulullah menjawab: “Tidak! Bahkan kalian waktu itu sangat banyak jumlahnya. Tetapi kalian bagaikan buih di atas lautan (yang terombang-ambing). (Ketika itu) Allah telah mencabut rasa takut kepadamu dari hati musuh-musuh kalian, dan Allah telah menancapkan di dalam hati kalian ‘wahn’”. Seorang sahabat Rasulullah bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ‘wahn’ itu?” Dijawab oleh Rasulullah saw.: “Cinta kepada dunia dan takut (benci) kepada mati.” (at-Tarikh al-Kabir, Imam Bukhari; Tartib Musnad Imam Ahmad XXIV/31-32; “Sunan Abu Daud”, hadis No. 4279)
Ya, cinta kepada dunia dan takut mati adalah kondisi umum kaum muslimin. Selain itu, menjadikan Islam hanya sebagai ibadah ritual saja juga akan kian menjadikan kaum muslimin tak berdaya. Sebab, jika Islam dipahami sebagai ibadah ritual belaka, hanya untuk mengurus individu masing-masing saja, cukup merasa tenang jika diri tiap Muslim itu melaksanakan ibadah ritual, maka pasti dijamin tak bakalan ada semangat untuk memahami Islam sebagai agama yang harus disebarkan kepada seluruh umat manusia. Tak akan tergerak pula untuk berusaha memperjuangkan Islam sampai titik darah yang penghabisan. Sebaliknya, jika dipahami bahwa Islam bukan hanya akidah ruhiyah, tapi sekaligus akidah siyasiyah, maka akan ada semangat dan keinginan untuk menyebarkan lagi akidah Islam ini ke seluruh penjuru dunia. Kaum muslimin akan memahami bahwa satu-satunya agama yang mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan adalah Islam. Tentu karena Islam mengatur kehidupan dunia dan juga akhirat dalam satu paket.
Tapi, jika hanya merasa bahwa Islam tuh akidah ruhiyah saja, jadinya kaum Muslimin merasa terpisah dari kehidupan dunia. Akibatnya, untuk urusan akhirat diserahkan aja deh ke ustadz, kalau untuk berdoa bagiannya ulama aja. Jadi, seperti bagi-bagi tugas. Urusan akhirat ulama, dan urusan dunia ya pejabat negara dan masyarakat. Wah, itu akan makin melemahkan dan membuat makin tak berdaya umat ini. Kehilangan tajinya. Punya potensi yang besar, tapi tak digunakan dengan baik dan kalau pun digunakan tapi keliru. Islam ini hebat sebagai sebuah ideologi, tapi anehnya cuma dipahami sebatas akidah ruhiyah saja, dan prakteknya sekadar ibadah ritual.
Sungguh, kondisi ini akan membuat kewibawaan Islam tenggelam dalam arus kemaksiatan global, yang ironisnya juga dilakukan oleh banyak kaum Muslimin. Coba kita lihat berbagai kasus pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, perzinahan, pelacuran, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, korupsi, perjudian, suap-menyuap dan bentuk kemaksiatan lainnya senantiasa menghiasi kehidupan masyarakat kita saat ini. Sepertinya kaum Muslimin sudah tak takut lagi bahwa perbuatan dosa itu akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt.
Selain itu, memudarnya keterikatan kepada al-Quran dan as-Sunnah–yang menjadi pedoman hidup seorang muslim, telah mengantarkan kaum Muslimin menjadi liar. Yang pada gilirannya mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam karena tak punya pegangan hidup. Meskipun kaum muslimin mayoritas tapi lemah dan tak berdaya. Fakta membuktikan, di berbagai belahan dunia kaum muslimin berkutat dengan masalahnya masing-masing: kelaparan, kemiskinan, kebodohan, penjajahan, pembunuuhan oleh pemimpinnya sendiri, termasuk di Indonesia, negeri yang kaya dengan minyak, ternyata pemerintah akan menaikkan kembali harga BBM. Sudah terbayang hari depan kaum muslimin Indonesia yang akan menderita berkepanjangan, tak hanya yang sudah miskin, yang golongan menengah pun bisa turun menjadi miskin akibat kebijakan pemerintah yang salah.
Padahal, jika pemahaman terhadap akidah Islam benar—yang dipahami sebagai akidah ruhiyah dan akidah siyasiyah—akan memberikan pengaruh yang baik bagi kehidupan masyarakat. Beberapa di antaranya (silakan dibaca dalam Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam karya Muhammad Husain Abdullah, hlm. 76-77): Pertama, masyarakat akan beriman kepada Allah Swt., agama yang satu, serta tunduk pada aturan yang satu. Allah Swt. berfiman (yang artinya): “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama (ummah) kamu semua, agama (ummah) yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS al-Anbiyaa’ [21]: 92)
Oya, yang dimaksud dalam kata “ummah” dalam ayat ini bermakna ‘dien’ (agama). Kedua, pemahaman akidah Islam yang benar akan mewujudkan masyarakat yang saling melengkapi, saling menjamin seperti halnya satu tubuh, dan satu kesatuan pemikiran dan perasaan. Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal persahabatan dan kasih sayang adalah ibarat satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh terserang sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain akan ikut merasakan demam dan susah tidur.”
Terus yang ketiga, pemahaman akidah Islam yang benar oleh kaum Muslimin, maka akan tercipta ikatan ideologis (rabithah mabda’iyah) yang kuat serta langgeng di antara individu-individu anggota masyarakat Islam, yakni ikatan ukhuwah islamiyyah. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara…” (QS al-Hujuraat [49]: 10)
Namun faktanya, saat ini justru tercerai-berai dan lemah—bahkan terpecah di lebih dari 50 negeri kecil dan menerapkan nasionalsime serta kapitalisme. Itu terjadi karena umat Islam sudah kehilangan kekuatannya dalam memahami akidah Islam yang benar. Bahkan banyak yang terbiasa berbuat maksiat dan tak merasa bahwa itu berdosa. Sedih dan menyedihkan memang. Padahal kaum Muslimin adalah umat terbaik sesuai pujian dari Allah Swt. dalam firmanNya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imraan [3]: 110)
Tapi tentunya kita tak boleh diam saja. Itu sebabnya, supaya kita tak terlanjur hanyut dalam arus kesesatan yang digelar selama ini, ada baiknya kita merenungkan sabda Rasulullah saw.: “Telah kutinggalkan kepada kalian dua perkara yang bila kalian berpegang-teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat untuk selama-lamanya: (ia adalah) Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Dalam al-Fathul Kabir II/27)
Sekadar menekankan, bahwa tak ada keraguan kalau akidah Islam menjelaskan bahwa sebelum ada kehidupan dunia ini ada Allah Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan; bahwa Allah Pencipta manusia telah menurunkan aturan-aturanNya ke dunia ini untuk mengatur kehidupan manusia; dan bahwa manusia akan menuju alam akhirat dengan dimasukkan ke dalam surga atau neraka—begantung pada terikat-tidaknya dirinya dengan aturan-aturanNya. Itulah realitas akidah Islam yang harus diyakini oleh setiap Muslim.
Itu sebabnya, agama Islam tidak boleh dipisahkan dari kehidupan. Seorang Muslim diperintahkan untuk menaati Allah Swt. di rumah, di pasar, di mal, di kendaraan, di kantor, di sekolah, di masjid, di ruang pertemuan, di mess, di hotel, dan di setiap tempat. Demikian juga ketika makan, minum, berpakaian, berakhlak, beribadah, dan berbagai muamalah, kapan pun.
Ya, itu semua karena Islam adalah agama yang tak bisa diceraikan dari politik (baca: negara). Itu sebabnya, Imam al-Ghazali menuliskan: “Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.” (dalam kitabnya, al-Iqtishad fil I’tiqad hlm. 199)
Nah, mulai sekarang, tanamkan pemahaman ini supaya lebih mantap mengenal dan meyakini Islam. Agar kita, kaum muslimin kembali menjadikan Islam sebagai ideologi, memperjuangkannya agar ditegakkan dan diterapkan sebagai ideologi negara, membangun negara yang menerapkan syariat Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah agar umat menjadi berdaya, berjaya, dan digdaya.
Salam,
O. Solihin
Ingin berkomunikasi dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin
*Gambar dari sini