Meski sudah jadian sama si dia, Anda tetep tak berhak untuk melakukan aktivitas bersama pindangan Anda tanpa terawasi. Khawatir akan tergoda bisikan setan hingga akhirnya Anda melakukan perbuatan yang melanggar syariat. Sayangnya, banyak orang tua kita di kampung-kampung (dan juga di kota) yang malah membolehkan anaknya dan calon menantunya untuk ngobrol berduaan saja tanpa ada yang mengawasi, bahkan membebaskan mereka pergi berduaan ke luar rumah. Alasannya, mereka kan sudah terikat janji, anaknya sudah dipinang, boleh dibilang udah setengah resmi. Wah, jika setengah resmi berarti belum resmi dong ya? Jadi, tetap saja tak boleh bebas sesuka hawa nafsunya.
Itu sebabnya, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan dan bisa terjerumus ke perbuatan nista dan mengundang murka Allah, maka perlu diberikan rambu-rambu yang wajib dipatuhi pada masa khitbah. Berikut di antaranya:
- Tak boleh berdua-duaan. Nah, ini masuk kategori khalwat. Misalnya, Anda apel ke rumah pinangan Anda lalu ngobrol di teras depan sambil berhaha-hihi atau ngobrol apa saja. Itu tak boleh dilakukan. Kenapa? Selain mengundang fitnah, juga bisa mengundang setan untuk ngomporin. Lalu bagaimana jika kita ingin bertemu dengan pinangan kita? Gampang, datang saja sendiri atau bareng teman atau saudara, kemudian untuk mengetahui kondisi dia lebih jauh bisa dihadirkan juga walinya; bisa orang tuanya, pamannya juga boleh, dan kakak laki-lakinya. Anda bisa tanya apa saja tentang calon Anda kepada orang-orang tersebut. Insya Allah valid datanya, semoga saja mereka jujur. Karena niatnya juga mengenal, maka tak boleh berduaan dengan calonmu tanpa ada yang menemani. Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, jangan sekali-kali ia berdua-duaan dengan wanita (ajnabiyah/ yang bukan mahram) tanpa disertai oleh mahram si wanita karena yang ketiganya adalah setan.” (HR Bukhari dan Muslim)
- Jangan nekat jalan berdua. Jika di rumahnya saja tak boleh berduaan tanpa disertai mahramnya, maka tentu saja sangat tidak dibolehkan untuk jalan atau pergi berduaan saja tanpa disertai mahramnya. Ingat, setan selalu paling pintar dalam memberi jalan keluar bagi orang-orang yang sedang lupa diri dan dibakar hawa nafsu. Hati-hati.
- Boleh saling berkirim surat/email dan saling menelepon. Jujur saja, jika sinyal rindu ini sudah ada yang menerima dan jelas siapa orangnya, tentunya kita jadi kangen dan ingat terus sampe akhirnya menyusun rencana untuk berbagi cerita sebagai bagian dari pengenalan pribadinya. Maka, jika Anda kangen, kirim surat aja. Boleh juga saling kirim e-mail, chatting, atau sekadar SMS-an. Jika ingin mendengar suaranya juga boleh, silakan saja telepon. Meski demikian, tetap wajib jaga jarak aman supaya tak nyerempet-nyerempet ngobrolin yang belum berhak kita obrolkan karena belum resmi jadi suami-istri. Ingat, Allah Swt. selalu melihat kita dan perbuatan kita.
- Boleh saling berkirim hadiah. Ya, biasanya yang menerima selain spontan ngucapin rasa terima kasih, juga akan berkesan dan bisa menyambung dan melanggengkan ikatan batin. Nah, jika Anda ingin berbagi hadiah dengan calon pasangan silakan saja. Tak ada yang melarang. Asal jangan berkirim hadiah sesuatu yang membahayakan seperti saling berkirim anak beruang atau bom! Oya, tak boleh juga saling ngirim barang haram. Nah, jadi silakan untuk saling merekatkan ikatan hati dengan saling berkirim hadiah.
- Boleh melihat calon kita. Anas bin Malik berkata: “Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang perempuan, lalu Rasulullah memberi nasihat kepadanya: “Pergilah untuk melihat perempuan itu, karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk lebih dapat membina kerukunan antara kamu berdua” Lalu ia pun melakukannya, kemudian menikahi perempuan itu, dan ia menceritakan tentang kerukunan dirinya dengan perempuan itu. (HR Ibnu Majah). Muhammad bin Maslamah juga pernah berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Apabila Allah telah menjatuhkan di hati seseorang (keinginan) meminang kepada seorang perempuan, maka ia tidak berdosa melihatnya’” (HR Ahmad Ibnu Majah). Cara lain bisa dengan mengutus seorang perempuan yang dipercaya oleh laki-laki yang mengkhitbah untuk melihat perempuan yang akan dikhitbah dan memberitahukan kepada laki-laki tersebut hasilnya. Misalnya dengan meminta wanita tersebut untuk melihat bagian-bagian anggota tubuh tertentu, seperti bagaimana betisnya, bagaimana puggungnya, bagaimana rambutnya, bagaimana bau mulut atau ketiaknya dan sebagainya. Rasulullah yang mulia sendiri menggunakan jalan ini dalam suatu kesempatan. Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. :” mengutus Umu Sulaim kepada seorang perempuan , Rasulullah saw berkata kepada Umu Sulaim:” lihatlah atas tumitnya (‘uruq) dan ciumlah kedua ketiaknya” [1] .Dalam riwayat lain dengan lafadh “ ciumlah giginya” maksdunya adalah untuk mengetahui bau mulutnya. ‘Uruq adalah bagian tubuh di atas tumit, melihatnya maksudnya untuk mengetahui betisnya dan keindahan kakinya. Bagi perempuan yang dikhitbah demikian juga boleh mengutus laki-laki yang dia percaya untuk melihat laki-laki yang mengkhitbahnya sebagaimana laki-laki yang mengkhitbahnya. Tindakan orang yang diutus itu dengan menceritakan apa yang dilihatnya kepada orang yang mengutusnya bukan merupakan tindakan ghibah. Sekalipun yang ia ceritakan itu adalah keadaan seseorang yang seseorang itu tidak ingin atau tidak senang keadaannya diceritakan kepada orang lain.
- Tidak boleh menerima pinangan dari orang lain. Nah, jika Anda sudah saling mengikatkan diri untuk menuju pernikahan sambil mengenal lebih dekat tanpa melanggar syariat melalui khitbah, itu artinya bagi yang akhwat sudah tak boleh menerima lowongan pelamar lain. Ini sama artinya untuk yang ikhwan bahwa dirinya tak boleh meminang wanita yang sudah dipinang orang lain. Urusannya bisa gawat. Tak mustahil kan jika kemudian berakhir dengan pemakaman dan tahlilan? Bisa juga jika pun yang disakiti tak melawan dan mengerahkan pasukannya, tetap saja sama artinya Anda telah merampas yang akan jadi milik saudaramu. “Seorang laki-laki tidak boleh meminang perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya.” (HR Ibnu Majah)
Mengakhiri tulisan singkat ini, saya mengutip perkataan Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, “Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena, bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya.” Hmm… waspadalah, meski sudah khitbah tetapi kan belum jadi suami-istri. Jangan sampai tergelincir berbuat maksiat.
Salam,
O. Solihin
Ingin berkomunikasi dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin
*Gambar dari sini
[1] Diriwayatkan oleh Ahmad, Thabraniy, Al Hakim Dan Al Baihaqiy (penjelasannya lihat Subulus salaam III/113; Nailul Authar VI/110. Ahmad mengingkarinya dan yang terkenal hadits ini Mursal)