Alangkah Buruknya Ghibah

AlasanKenapaNge-GosipadalahHalYangUmum1Ngomongin kejelekan dan mengungkap aib orang lain, dalam Islam disebut dengan istilah ghibah. Nah, ghibah ini memang dilarang dalam Islam. Inilah uniknya Islam, masalah yang kamu anggap kecil aja ada aturannya, apalagi yang gede. Inilah salah satu yang menunjukkan bahwa Islam itu memang sempurna. Islam mengajarkan kita tentang akidah, sekaligus mengenalkan dan mengikat kita dengan syariat. Itu artinya, kita harus memahami Islam sebagai akidah dan syariat.

Khusus masalah ghibah ini, Allah Swt. menjelaskan dalam al-Quran. Firman Allah Swt,: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hujurât [49]: 12)

Bayangkan, ketika kamu ngomongin kejelekan dan kekurangan teman kamu, maka saat itulah kamu justru sedang ‘memakan’ bangkai temanmu itu. Hih, amit-amit. Tentu ini perumpamaan yang diberikan Allah Swt. dalam al-Qurân itu sangat tegas. Supaya kita nggak bisa berbuat sa enake udele dhewek. Lidah itu lebih tajam dari tajamnya pedang, lho.

Anas r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda:  Ketika aku dimi’rajkan, aku telah melihat suatu kaum yang berkuku tembaga digunakan untuk mencakar muka dan dada mereka sendiri, maka aku bertanya kepada Jibril: ‘Siapakah mereka itu?’ Jawabnya: ‘Mereka yang makan daging orang dan mencela kehormatan orang (yakni ghibah)” (HR Abû Dawûd)

Aduh, kalo gitu ngeri juga ya? Bagi yang udah tahu larangan ghibah, kayaknya udah ninggalin dari dulu aktivitas dosa itu. Nggak benar dan emang nggak baik kelakuan model begitu. Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Tahukah kamu apakah ghibah itu? Jawab sahabat: Allah dan Rasulullah yang lebih mengetahui. Nabi bersabda: Yaitu menyebut saudaramu dengan apa-apa yang ia tidak suka disebutnya. Ditanya: Bagaimanakah pendapat-mu kalau itu memang ada padanya? Jawab Nabi: Kalau memang sebenarnya begitu, itulah yang bernama ghibah. Tetapi jika menyebut apa-apa yang tidak sebenarnya, berarti kau telah menuduhnya dengan kebohongan (yang lebih besar dosanya).” (HR Muslim)

Tentu dalil-dalil dari al-Quran dan Sunnah ini bukan cuma dijadiin pengetahuan belaka. Kamu kudu paham. Yang namanya paham, tentu nggak apal cangkem. Tahu kan apal cangkem? Orang yang udah paham, ketika sudah tahu pasti ia akan mengapliaksikannya. Misalnya, udah tahu bahwa sholat itu wajib, maka ia akan melaksanakannya, nggak peduli kalo sedang sakit parah. Nah, begitu ketika ia tahu bahwa ghibah adalah perbuatan dosa, maka serta merta dia akan menghindarinya. Nyebarin aib teman kamu, mengekspos kejelekan dan kekurangan teman kamu, itu semua adalah ngegosip yang emang dilarang.

Ghibah yang dibolehkan

Sobat, meski ghibah bisa bikin petaka, namun ternyata tak semua ghibah itu dilarang. Karena ada juga ghibah dibolehkan. Seperti apa? Kamu wajib tahu juga dong. Dalam kitab Rhiadus Shalihin dijelaskan: Pertama, di pengadilan, yakni ketika mengadukan penganiayaan seseorang kepada orang lain. Kamu boleh bilang si anu begini si anu begitu. Karena tentu saja kalo nggak menceritakan nggak bakalan kelar kasusnya. Kedua, saat kita meminta tolong kepada seseorang untuk menasihati orang lain. Misalkan, kamu punya masalah dengan si A. Nah, supaya si A ini dinasihatin sama orang yang kita anggap mampu menasihatinya, maka kita harus ngasih tahu perilaku dan sifat-sifat si A ke orang itu. Ketiga, ketika meminta fatwa atau saran. Misalnya, ketika kita punya masalah dengan si B. Terus kita mau nyari jalan keluarnya dengan meminta pendapat seseorang. Pasti kan harus nyeritain perilaku si B, supaya orang itu bisa memberikan fatwa atau saran buat kita.

Keempat, menasihati orang agar tidak tertipu. Contohnya, teman kita punya urusan dengan seseorang yang kita udah tahu latar belakangnya, bahwa orang itu nggak bener, suka menipu dan seabrek kejahatan lainnya. Nah, kita ceritain keburukan orang itu, dengan maksud agar teman kita hati-hati dengan orang itu. Bila perlu nggak usah berurusan dengannya. Kelima, terhadap orang yang sudah jelas melakukan kejahatan (atau kemaksiatan). Nah, ama orang model begini kita boleh nyeritain kelakuan buruknya. Misalnya, ia dengan terang-terangan (dan bahkan dengan bangga) mencuri, berzina, menyebarkan paham sesat seperti liberalisme, pluralisme agama, sinkretisme dan paham sesat lainnya. Nah, kita nyeritain kelakuannya yang model begitu, tentu bukan ghibah, karena ia sendiri udah terang-terangan berbuat maksiat. Kalau ada berita tentang pembunuhan atau perkosaan di tv, terus ditayangkan pelakunya. Itu bukan ghibah namanya.

Dan yang keenam, untuk mengenal orang yang sudah terkenal dengan sebutan tertentumisal si Pincang, Si Buta, Si Jahat, Si Sombong, dll. Jadi ketika ada orang yang nyari si Pincang atau sebutan terkenal lainnya kita bisa langsung tahu. Nah, itu bukan ghibah. Tentu dengan catatan, bahwa orang tersebut suka dengan sebutan itu (dan karena faktanya memang demikian).

  Nah, dalil yang membolehkan ghibah dalam beberapa hal itu di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Fatimah binti Qais ra. berkata: “Saya datang kepada Nabi Saw. (dan) bertanya tentang dua orang yang meminang saya. Yaitu Abul-Jahm dan Mu’awiyah, keduanya telah datang meminang saya. Maka bersabda Nabi: “Adapun Mu’awiyah, ia seorang miskin, dan Abul-Jahm ia tukang pukul perempuan.”

Jadi, yang terpenting bagi kita adalah paham dengan ajaran Islam. Jangan sampe kita menghalalkan yang haram, atau malah mengharamkan yang halal. Kan kebalik-balik tuh. Sudah jelas ghibah yang dilarang, dan sudah jelas pula ghibah yang dibolehkan. Nah, yang terjadi sekarang itu kan parah banget. Gimana nggak, budaya nyeritain kejelekan orang tanpa alasan yang jelas justru tumbuh subur. Akhirnya, kondisi masyarakat ini memang wajib diubah. Kita nggak cukup cuma memperbaiki individunya doang. Ya, kita ubah dengan Islam yang diterapkan sebagai ideologi negara.

Salam,
O. Solihin
Ingin berkomunikasi dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin

*Gambar dari sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.