Sekadar memberikan tips dikit aja. Ini tentang menulis feature. Lebih tepatnya, cara nulis feature yang bikin orang ngelirik dan betah baca sampai habis karena artikelmu nggak flat-flat aja.
Jujur aja, di era scroll kilat dan like sebiji, bikin orang mau baca tulisan kita dari awal sampai akhir tuh tantangan berat. Tapi tenang, buat kamu yang pengen nulis artikel feature yang nggak cuma dibaca tapi juga diinget, ada resep rahasianya nih.
Pertama, mulai dari topik yang nggak biasa tapi deket di hati. Ya, feature bukan sekadar nyeritain “apa yang terjadi”, tapi lebih ke “kenapa itu menarik” dan “gimana sih rasanya?” Jadi, lupain judul kaku ala berita. Fokusin energi kamu buat nyari sudut pandang yang beda dan relate.
Misalnya, hindari nulis judul begini, “Festival Kuliner Dibuka”, tapi coba buat kayak gini, “Ketoprak, Makanan yang Nyaris Nggak Dianggap Generasi Z”.
Kamu bisa gali cerita di baliknya. Seperti kisah si penjual, pembeli, sampe rasa nostalgia yang dikasih satu piring ketoprak. Bila perlu, tanya-tanya sama ortu dan kakek-nenek kamu yang mungkin sejak mereka muda udah makan ketoprak. Gali informasi sebanyak dan cari yang unik.
Kedua, riset itu sahabat, bukan musuh. Betul. Sebelum ngetik, gali dulu. Googling boleh, tapi jangan puas di situ. Ngobrol langsung sama orangnya, liat akun media sosial mereka, baca komentar netizen, bahkan stalking story mereka (asal jangan ketahuan, kalo ketahuan juga nggak apa-apa, mereka nggak akan gigit). Riset itu bikin tulisan kamu tajem dan hidup.
Kamu nulis tentang anak muda yang jadi petani? Jangan cuma nyari data jumlah petani milenial (usia generasi milenial saat ini–yaitu mereka yang lahir antara tahun 1981 dan 1996–berkisar antara 29 hingga 44 tahun), tapi coba ngobrol. Siapa tahu dia juga influencer TikTok yang ngasih tips nanem cabai sambil nge-dance. Eh?
Ketiga, lead yang nendang itu ‘wajib’. Lead itu pembuka. Kalo pembukanya aja udah garing, pembaca bisa kabur sebelum sempat tahu ceritanya. Coba pake kalimat yang bikin kening ngangkat, hati ngebatin, “Wah, ini gue banget!”
Misalnya kamu tulis kalimat pembuka: “Pagi-pagi buta, laptop udah nyala, kopi ketiga masih panas, tapi ide kayaknya masih mudik di kampung halaman. Welcome to the life of anak magang media”.
Kalimat begitu tuh kayak undangan, bukan perintah. Ringan, tapi bikin penasaran.
Keempat, susun cerita kayak lagi cerita ke temen nongkrong. Feature bukan skripsi. Struktur boleh fleksibel, tapi tetep ada alurnya. Biar pembaca nggak tersesat. Ini alurnya:
Lead: Pancing perhatian
Nut Graf: Inti cerita kamu
Isi: Cerita, data, kutipan, emosi, semuanya masuk sini
Closing: Tutup dengan punch–entah renungan, harapan, atau pertanyaan.
Contoh gampangnya, misalnya dikasih judul: “Kopi, Kamera, dan Kejar Deadline”
Misalnya dipraktekkan seperti ini:
Lead: Ngopi jam 1 pagi karena revisi.
Nut Graf: Anak magang media = pejuang konten serbabisa
Isi: Pengalaman disuruh wawancara dadakan, nyari WiFi di halte, revisi sampe lima kali
Closing: “Mungkin ini bukan kerjaan impian, tapi di sinilah passion dan stres saling sapa”.
Kelima, tulis kayak lagi chat sama temen, tapi ada isinya. Gaya bahasa kamu harus kayak kamu banget. Tapi inget, ‘kamu banget’ itu bukan berarti asal-asalan. Tetep ada rasa, ada rasa tanggung jawab biar pembaca nggak merasa dibohongi. Gunakan analogi, humor, dan gaya tutur yang bikin tulisanmu ‘bernyawa’.
Daripada: “Dia sangat kecewa.”
Lebih keren: “Rasanya kayak nunggu balasan chat teman yang suka diam-diam ngilang, yang cuma dibaca doang–sunyi dan nyesek.”
Intinya, nih: feature itu cerita dengan hati. Intinya, nulis feature itu kayak nyeritain sesuatu yang kamu peduliin banget. Bukan cuma biar dibaca, tapi biar dirasain.
Kalo kamu bisa bikin pembaca ngerasa, “Iya, ini tuh gue banget!” atau “Wah, gue nggak pernah mikir kayak gini sebelumnya,” berarti kamu udah di jalur yang bener dalam menulis feature.
Selamat berkreasi menulis dalam menulis feature. Dan inget, tulisan yang bagus itu bukan yang paling keren—tapi yang paling ngena. Dan, tentu saja memberikan manfaat dan inspirasi kebaikan.
Salam,
O. Solihin
Tulisan ini diolah dan diubah bahasanya sesuai kebutuhan dari artikel “How to Write a Captivating Feature Story”