Idola Jadi Berhala

by @osolihin

Seseorang nggak bakalan jadi idola kalo nggak ada yang mengidolakan. Penggemar adalah energi bagi para seleb (dan yang ngerasa seleb) untuk percaya diri dan menganggap bisa diperhitungkan. Itu sebabnya, banyak juga yang nggak ambil pusing soal perilaku dirinya dan fansnya, yang penting dia dihargai dan diterima sebagai idola. Model ikatan idola dan fans seperti ini udah lama banget. Udah biasa terjadi. Hanya saja, saat para penggemar jenuh dengan bintang sinetron atau seleb-seleb layar kaca, lalu mencari idola lain yang boleh dibilang antimaisntream. Nah, di media sosial banyak orang biasa menjadi luar biasa bila melakukan hal-hal yang unik, menarik, bahkan konyol dan gila. Kok?

Ya, sebenarnya nggak gitu banget sih. Cuma, anehnya kita-kita ini seringkali merasa terpukau kepada hal-hal yang aneh-aneh, gitu. Sementara yang lurus-lurus aja, yang normal-normal aja, yang biasa-biasa aja, yang baik-baik, malah nggak dilirik. Padahal, kenormalan dan kebiasaannya tersebut adalah kebaikan. But, jarang ada yang mau ngikutin. Masih mending mau ngikutin, tahu saja seringkali nggak. Duuaarr!

Beneran. Kurang apa sih dengan maraknya dakwah bagi kalangan remaja? Banyak buku-buku remaja yang kontenya islami, nggak keitung dah para penceramah yang menyasar pasar remaja dengan tema keseharian remaja, bejibun pula akun-akun media sosial yang memberikan teladan kebaikan bagi remaja. Nah itu, kenapa kok sedikit yang menganggapnya sebagai kebaikan? Malah, yang muncul dan jadi viral adalah yang negatif. Apakah kebaikan saat ini nggak laku dan kalah dengan kejahatan dan kebejatan? Silakan dipikirkan dan direnungkan, kenapa bisa begitu.

Siapa sebenarnya idola itu? Apakah memang dia diciptakan pasar atau si idola inilah yang menciptakan pasar? Kalo berdasarkan pengamatan selama ini sih, keduanya bisa memungkinkan untuk dilakukan. Idola baru bisa kapan saja bermunculan, bersamaan dengan digiringnya opini dan persepsi tentang seseorang tersebut. Ini mungkin saja ‘alami’. Tetapi memang memungkinkan pula ada yang settingan. Misalnya, orang biasa tapi melakukan sesuatu yang luar biasa. Terlepas apakah positif atau negatif, bisa saja jadi terkenal karena diblow-up media massa. Bisa juga orang biasa, tak melakukan sesuatu yang luar biasa, namun pihak tertentu yang menilai bahwa seseorang tersebut layak dijadikan idola dan kemudian mengikutinya. Ini lebih karena ada niat tertentu yang sudah disusupi setan. Misalnya macam si Bowo tiktoker itu. Follower di akun instagramnya aja hampir 300 ribuan. Video miskin manfaatnya ada yang ditonton jutaan orang. Bisa jadi yang nonton nggak semuanya fans berat dia, bisa juga haters-nya, bisa juga yang sekedar penasaran kayak saya. Hehe…

Nah, berarti antara seseorang yang diidolakan dan para penggemarnya itu ada semacam simbiosis mutualisme. Para idola pengen publisitas. Para penggemar mencari muara untuk penyaluran demi memuaskan bahagianya punya junjungan. Maka ketika keduanya bertemu dengan perantara media sosial, jadilah ada ikatan antara idola dan fansnya. Walau bisa jadi sebenarnya ikatan yang salah dan rapuh.

Nah, kamu yang mengidolakan kaum seleb; baik artis film dan sinetron, penyanyi, dan pemusik, youtuber, selebgram, tiktoker dan sejenisnya, kudu hati-hati. Soalnya, bukan tak mungkin bila kemudian kamu lupa diri dan akhirnya tanpa sadar mengikuti gaya hidupnya. Pendek kata, kalo kamu sudah menganggap mereka tuntunan hidup kamu, berarti kamu telah menjadikan mereka sebagai “nabi”.

Waduh, jangan sampe deh. Soalnya rugi banget! Tentu saja karena yang diajarkannya bukan kebenaran dan kebaikan. Dan, yang terpenting emang nggak layak dijadiin teladan. Tapi, untuk kasus Si Bowo Tiktoker ini, ada fansnya yang mengusulkan dia jadi tuhan. Malah ada juga penggemarnya yang rela nggak masuk surga asal keperawanannya ‘dipecahkan’ sama Si Bowo. Bener-bener nggak waras!

Makanya kita prihatin banget dan sekaligus menyayangkan kenapa banyak remaja putri yang tergila-gila bocah tiktoker ini. Padahal itu hanya untuk sesuatu yang tak ada gunanya, bahkan bisa menjerumuskan kepada syirik—bila itu diekspresikan secara berlebihan. Bisa jadi berhala or sesembahan dong? Bisa jadi, idola itu berhala jaman now. Waspadalah!

So, sekarang kamu mulai ngeh bahwa “pemujaan” terhadap idola merupakan salah satu perwujudan yang salah dari naluri beragama. Malah dalam level tertentu bisa menjerumuskan kamu ke dalam kesyirikan, lho. Hati-hati ya! Dan ingat, persoalan nggak berhenti di situ aja. Kamu malah bisa “dituduh” oleh Islam telah menjiplak perilaku mereka dalam kehidupan kamu, jika setiap apa yang dilakukan oleh tokoh idolamu kamu ikuti dengan sepenuh hatimu. Yakni seluruh gaya hidupnya kamu contek abis–nggak satupun yang tersisa. Wah, bisa gaswat itu.

Padahal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam seharusnya menjadi teladan kita. Benar, cuma beliau yang layak dijadiin teladan dalam hidup kita. Bahkan Allah sudah menjaminnya lewat firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab [33]: 21)

Udah ya ngimpinya. Buka mata dan buka telinga. Terima nasihat dari ortu dan gurumu, atau temanmu yang shalih-shalihah Sadar diri dan jauhi maksiat. Tinggalkan para idola yang dipromosikan setan.

Bagi para ortu, jagalah dan didiklah buah hati dengan iman, ilmu, adab, dan kasih sayang. Anak adalah amanah, menyiayiakannya berarti mengkhianati amanah. Pelihara akidah mereka jangan sampai pemikiran dan perilakunya menyeret mereka ke neraka.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS at-Tahrim [66]: 6)

Semoga kita semua dihindarkan dari godaan setan dan dari bujuk rayu bala tentara setan dari kalangan manusia. So, belajar Islam, semangat mencari ilmu agama, berteman dengan orang-orang shalih/shalihah, berguru pada ustaz dan ulama yang benar.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.