Assalaamu’alaikum wr wb
Pernah punya rasa takut? Bagus! Berarti masih normal sebagai manusia. Gimana juga, rasa takut itu adalah manusiawi. Takut miskin, takut tidak naik jabatan, takut usaha gagal, takut bisnis bangkrut, takut tidak bisa menikah, takut tidak punya anak, takut tidak bisa bertanggung jawab, takut ditipu, takut dikhianati, takut menatap masa depan, takut menderita, takut putus cinta, takut berdakwah, takut tidak bisa hidup, takut tidak bisa masuk surga, dan segala macam rasa takut.
Saya juga bukan berarti tak pernah takut. Saya bahkan sering merasa takut. Takut kalo dosa saya tak terampuni, takut kalo saya berjanji tapi tak pernah ditepati, takut kalo apa yang saya tulis sekadar tulisan tapi tak pernah saya praktikkan, takut kalo saya kehilangan banyak waktu untuk beramal shalih, takut kalo saya tidak bisa melaksanakan amanah dakwah, takut kalo saya dicap malas beribadah, takut kalo saya dianggap penipu, takut tidak disayang Allah Swt, takut tidak ikhlas dengan apa yang saya lakukan, takut semua amal saya sia-sia, dan semua rasa takut yang bisa hinggap pada diri saya sebagai manusia.
Menurut saya ini wajar. Wajar karena kita manusia dan masih hidup. Ya. kita manusia pasti punya keterbatasan. Sebagai manusia yang masih hidup saya masih punya naluri untuk mempertahankan diri. Gharizah al-Baqa’ yang dimiliki setiap manusia menjadikan mereka terus bergerak dan berhati-hati. Berani untuk tancap gas, tapi juga tidak lupa injak rem. Dunia ini seperti dalam perjalanan, banyak rambu-rambunya. Sebagai seorang muslim, selayaknya kita tahu betul rambu-rambu dalam kehidupan ini.
Ya, jika di jalanan kita sudah disediakan marka jalan. Ada jalan menanjak, menurun, tikungan tajam, berkelok, dilarang berhenti, dilarang parkir, dilarang membunyikan klakson. Mata kita waspada dengan semua marka jalan. Sehingga kita tidak sembrono ketika sudah jelas terpampang rambu yang menunjukkan jalan licin, kita akan mengendalikan kendaraan dengan sebaik mungkin. Tidak akan nekat menjalankan kendaraan dengan cepat padahal sejak awal kita tak pernah peduli dengan kondisi ban kendaraan kita. Rambu-rambu akan menuntun kita agar selamat di jalan, sehingga bisa mengurangi rasa takut akan terjadi kecelakaan. Bisa diminimalisir.
Dunia ini, hidup ini, juga banyak rambu-rambu yang harus kita patuhi. Kita sudah diberi bekal mana yang disebut kewajban. Lengkap dengan keutamaan, konsekuensi dan tanggung jawabnya. Kita juga sudah dibekali rambu-rambu tentang hal yang haram, mubah, sunnah, dan makruh. Kita bisa mengetahui semua itu agar kita bisa selamat sampai tujuan nanti di akhirat kelak. Karena kita takut dan khawatir tidak bisa bahagia di kehidupan setelah dunia.
Rasa takut itu adalah wajar. Namun kita harus bisa menempatkan rasa takut untuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan kita di akhirat kelak. Bila takut bahwa kemiskinan akan membuat kita mendekati kekufuran, maka kita akan berusaha dengan jalan yang halal untuk melepaskan diri dari kemiskinan dan bisa memberi kepada sesama meski tidak banyak. Jika kita takut tidak bisa mendapatkan ilmu, kita akan berusaha untuk tidak malas belajar. Jika kita takut tidak bisa bertanggung jawab, jangan menyepelekan persoalan. Banyak hal lain yang kita takutkan, harus dilawan dengan perbuatan yang bisa meredam rasa takut itu.
Semua dari kita memang punya rasa takut, tapi tak perlu takut untuk hal-hal yang benar dan baik. Jadi, jika dakwah adalah kebenaran dan kebaikan, maka tak perlu takut menyampaikan kebenaran itu meski dengan risiko sepahit apapun itu. Tak perlu takut melakukan kebaikan, meski untuk itu kita dicemooh. Tak perlu takut berada di jalan yang benar, meski untuk itu kita dihadapkan dengan penderitaan. Allah Swt. hanya sedang menguji. Seberapa takut hambaNya kepada diriNya. Lebih memilih takut kehilangan dunia dan sanjungan manusia, atau lebih takut tidak dipedulikan oleh Allah Swt. Manusia akan diuji. Allah Swt tak akan pernah salah dalam mengkalkulasikan amalan kita.
So, tak perlu takut hadapi kenyataan. Ketakutan mungkin akan menjadi pemicu untuk maju, untuk berkembang, untuk terus menggelorakan semangat juang!
Salam,
O. Solihin
[yangmencobamenjadikanrasatakutuntuktetapbersyukurdanbersabarkepadaNya]