Belajar dari Umar bin Abdul Aziz dan Putranya

Ini jarang diketahui, apalagi kalo kamu nggak pernah baca sejarah. Sebenarnya ada cukup banyak kisah menarik, tetapi saya coba menuliskan kisah yang bisa menjadi pelajaran berharga, khususnya bagi para pejabat dan anaknya. Begini kisah singkatnya.

Usai mengurus pemakaman jenazah khalifah sebelumnya, yang juga masih kerabatnya, yakni Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz menuju masjid bersama kaum muslimin. Kemudian beliau naik ke atas mimbar dan memberikan nasihat.

Beliau mengeraskan suara agar semua orang mendengarnya, “Wahai manusia, barang siapa yang taat kepada Allah, maka wajib untuk ditaati dan barang siapa yang memerintahkan maksiat maka tiada ketaatan kepadanya siapa pun dia. Wahai manusia, taatilah aku selagi aku menaati Allah dalam memerintah kalian. Namun, jika aku bermaksiat kepada Allah, maka tiada kewajiban sedikit pun bagi kalian untuk menaatiku.”

Selanjutnya beliau turun dari mimbar dan beranjak menuju rumahnya dan masuk ke dalam kamarnya. Beliau ingin sekali istirahat barang sejenak setelah menguras tenaganya karena banyaknya kesibukan setelah wafatnya khalifah sebelumnya.

Akan tetapi, belum lagi lurus punggungnya di tempat tidur, tiba-tiba datanglah putra beliau yang bernama Abdul Malik–ketika itu dia berumur 17 tahun–dia berkata, “Apa yang ingin Anda lakukan wahai Amirul Mukminin?”

“Wahai anakku, aku ingin memejamkan mata barang sejenak karena sudah tak ada lagi tenaga yang tersisa,” jawab Umar bin Abdul Aziz, sang ayahanda.

“Apakah Anda akan tidur sebelum mengembalikan hak orang-orang yang dizalimi wahai Amirul Mukminin?” tanya Abdul Malik.

Umar bin Abdul Aziz berkata, “Wahai anakku, aku telah begadang semalaman untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman, nanti jika telah datang waktu zuhur aku akan shalat bersama orang-orang dan akan aku kembalikan hak orang-orang yang dizalimi kepada pemiliknya, insya Allah.”

“Siapa yang menjamin bahwa Anda masih hidup hingga datang waktu zuhur wahai Amirul Mukminin?” ujar Abdul Malik.

Kata-kata ini telah menggugah semangat Umar bin Abdul Aziz, hilanglah rasa kantuknya, kembalilah semua kekuatan dan tekad pada jasadnya yang telah lelah, beliau berkata, “Mendekatlah engkau, Nak!” lalu mendekatlah putra beliau kemudian beliau merangkul dan mencium keningnya sembari berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”

Kemudian beliau bangun dan memerintahkan untuk menyeru kepada manusia, “Barang siapa yang merasa dizalimi hendaklah segera melapor.”

Siapakah gerangan Abdul Malik itu? Orang-orang berkata tentang beliau ini, “Sesungguhnya dialah yang memberikan motivasi kepada ayahnya hingga menjadi seorang ahli ibadah dan dia pula yang membimbing ayahnya menempuh jalan zuhud.”

Umar bin Abdul Aziz memiliki 15 anak, tiga di antaranya adalah wanita. Mereka seluruhnya memiliki prestasi dalam hal takwa dan tingkat keshalihannya. Akan tetapi Abdul Malik bagaikan inti kalung di antara saudara-saudaranya, atau seperti bintang di tengah-tengah mereka. Beliau adalah seorang yang sopan, mahir, dan cerdas, umurnya masih muda tetapi akalnya begitu dewasa.

Beliau tumbuh dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala sejak memasuki usia remaja. Beliau adalah orang yang paling mirip dengan Abdullah bin Umar di antara seluruh keturunan al-Khathab. Khususnya dalam hal ketakwaan, rasa takutnya bermaksiat dan taqarrubnya kepada Allah dengan ketaatan. (selengkapnya bisa membaca buku Mereka adalah Para Tabi’in, karya Dr. Abdurrahman Ra’at Basya).

Begitulah. Kita bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah singkat ini. Pejabat lho itu. Kepala negara. Khalifah. Amirul Mukminin. Luar biasa adabnya. Bapaknya shalih, anaknya tak kalah shalih. Beda banget ya dengan kebanyakan di antara para pejabat di negeri ini atau di negeri-negeri lainnya, termasuk perilaku keluarganya, khususnya anak-anaknya. Beda kelas emang.

Semoga kita terhindar dari sifat sedemikian. Jangan merasa belagu bin sombong kalo jadi anak pejabat. Jabatan ada masanya, dan yang jelas lagi kita nggak tahu ajal kita kapan datangnya. Jangan sampai jabatan malah bikin kelakuan jadi bejat.

Ada baiknya merenungkan nasihat dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang mengatakan, “Sombong dan hasad adalah dua penyakit yang membinasakan orang-orang terdahulu hingga yang terakhir. Keduanya adalah dosa terbesar yang dengannya Allah dimaksiati pertama kalinya. Sungguh, iblis dahulu sombong dan hasad terhadap Adam.” (dalam Jami’ ar-Rasail, jilid 1, hlm. 233)

Nah, ngomong-ngomong soal anak pejabat kenapa banyak yang kelakuannya bejat, ya? Umumnya pula, pejabat itu identik dengan banyak harta alias orang kaya. Entah didapat dari mana, intinya banyak pejabat yang kaya raya. Kalo ditanya kenapa anak pejabat ada yang cekak akhlak atau berperilaku bejat, maka jawabannya juga bisa beragam. Betul. Tidak ada jawaban tunggal yang pasti sebagai penyebabnya. Sebab, bisa beragam penyebab dan itu bisa berbeda pula pada setiap orang. Termasuk anak pejabat. Oya, memang sih nggak semua pejabat juga arogan atau malah bejat akhlaknya. Ada yang baiknya juga. Cuma, kalah pamor sama yang bejat akhlaknya.

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang sabar, penyayang, dan peduli terhadap sesama. Bukan malah mem-bully kepada sesama.

Salam,
O. Solihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.