“Ini Capresku, Mana Capresmu?”

d45fddd0c280e8b6e2b0d6e3aa705129Genderang perang antar pendukung capres sudah dimulai. Dibantu oleh sosial media yang kini kian menjadi senjata untuk mengumbar informasi, mengarahkan opini, bahkan mengibuli orang lain dengan fakta dan data palsu. Saling serang antar pendukung Prabowo dan Jokowi ini memperlihatkan bahwa seolah-olah pemilihan calon presiden negeri ini dikondisikan antara hidup dan mati, sehingga harus memilih satu di antara dua kandidat. Jika tak dipilih maka urusan menjadi gawat. Ya, sepertinya ingin menyeret masyarakat pada kondisi seperti itu: “Ini capresku, mana capresmu?”

Saya sendiri sebenarnya tak ambil pusing, karena selama 22 tahun ini (sejak punya hak pilih pertama pada usia 18 tahun di Pemilu 1992) tak pernah terlibat dalam urusan pemilu di berbagai tingkatan. Saya selama ini golput. Pilihan golput saya karena alasan ideologis. Selama sistem ini masih menerapkan aturan manusia, yakni Kapitalisme-Sekularisme (dengan instrumen politiknya bernama demokrasi), maka siapapun pemimpin negeri ini tak akan pernah menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Meski kekuasaan pemimpin sekular ini didukung puluhan atau ratusan partai (yang mengaku) Islam, tetap saja akan menghasilkan problem kehidupan yang tak berkesudahan. Itu sebabnya, saya memilih untuk tidak pernah memilih.

Namun, dalam tulisan ini saya sekadar ingin sedikit berceloteh saja. Betapa sosial media saat ini ikut andil dalam memfasilitasi perang terbuka antar pendukung capres untuk saling serang melempar opini—yang bahkan banyak di antara opini itu lebih bersifat kampanye hitam. Bukan hanya pelaku jejaring sosial atau sosial media, tetapi kini media massa juga (bahkan yang mainstream) mulai latah mendukung capres yang akan ditentukan pemenangnya pada 9 Juli 2014 mendatang. Tak sulit mencermati media massa pendukung salah satu capres, lihat saja ke arah mana berita (yang sudah jadi opini) itu diarahkan. Seringkali mengekspos kelebihan capres lainnya dalam suatu berita kegiatan politik mereka, tetapi mengerdilkan informasi terkait capres lainnya. Jelas, ini merupakan penggiringan opini sesuai target yang hendak dicapai.

Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 nanti sudah membagi dua kubu yang saling berlawanan sejak ditetapkannya pasangan capres/cawapres secara resmi. Berbeda dengan saat pemilu legislatif pada 9 April 2014 lalu dimana banyak masyarakat tak peduli, kini dukungan kepada salah satu capres terasa hiruk-pikuknya. Dunia politik sudah seperti dunia entertainment alias sudah menjadi hiburan bercampur bisnis sambil sesekali membawa-bawa sentimen religi atau ideologi.

Itu sebabnya, pekan-pekan ke depan kita akan terus disuguhi beragam informasi dan opini dalam arena perang antar pendukung capres. Tetapi, silakan cermati informasi dan opini yang dilemparkan itu tak sedikit yang berisi fakta dan data palsu. Siap-siaplah screenshot semua yang ditebarkan para pendukung capres. Siapa tahu akan ketemu benang merahnya. Catat juga janji-janji mereka yang sebenarnya bakalan sulit dipenuhi mengingat peliknya urusan politik di balik pencalonan capres ini sebagai bukti di kemudian hari.

Mengapa? Ya, memang tak sederhana alias pelik karena berbagai sebab. Mereka yang mencalonkan diri (atau dicalonkan) pastinya membutuhkan dukungan: dana, tenaga, pikiran, dan semua hal yang bisa memuluskan jalannya menjadi orang nomor satu di negeri ini. Ini tentu saja tidak gratis. Pasti ada imbalan dari semua dana atau dukungan dalam bentuk lain yang sudah digelontorkan berbagai kalangan (bisa perusahaan, bisa perorangan atau mungkin simpatisannya, bahkan bisa jadi kekuatan asing yang ingin terus mencengkeramkan kekuasaannya demi mendikte kedaulatan negeri ini) untuk mendukung dirinya jadi presiden. Itu sebabnya, setelah jadi orang nomor satu, hal utama adalah melayani kebutuhan dan keinginan para penyokongnya. Itu sudah biasa terjadi. Maka, tak seharusnya kita menjadi ikutan gila dengan cara terlibat dalam urusan mereka, yang sangat boleh jadi sebenarnya akan membinasakan rakyatnya sendiri di kemudian hari.

Baiklah, celoteh pagi ini akan saya akhiri saja karena hidangan lezat sudah disiapkan istri tercinta. Selamat beraktivitas, dan siapkan pikiran dan hati kita untuk pekan-pekan ke depan yang bakal kian hiruk-pikuk dipenuhi urusan politik (dari mulai dagelan hingga fitnah dan caci-maki) antar pendukung capres/cawapres.

Biarlah mereka saja yang doyan pepesan kosong, kita nikmati saja pepesan berisi yang sudah jelas mengenyangkan sambil terus menyebarkan dakwah Islam untuk menyadarkan kaum muslimin bahwa hanya Islam yang diterapkan sebagai ideologi negara yang akan mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan umat manusia. Apa sebab? Karena Islam adalah aturan Allah Ta’ala, sementara demokrasi jelas buatan manusia dan sudah banyak terungkap kebobrokannya. Hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah?

Firman Allah Ta’ala:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS al-Maaidah [5]: 50)

Salam,
O. Solihin

*gambar dari sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.