Tetaplah Berbuat Baik

Memang nggak mudah untuk beramal shalih, berbuat kebaikan. Apalagi kudu dilakukan secara terus-menerus, rasanya berat. Nggak semua orang bisa terus selamanya berbuat baik. Namun demikian, usaha tetap harus dilakukan. Sesulit apa pun rintangannya atau kendalanya. Jika pun terpeleset berbuat keburukan, segera sadar diri dan bertaubat. Semoga dengan begitu, tidak terus kebablasan berbuat maksiat.

Sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit. Ya, pepatah lama yang bisa kita pegang dan praktekkan. Gimana pun juga, nggak semua orang bisa langsung berbuat baik dalam jumlah banyak dan konsisten. Sedikit tapi sering, insya Allah lebih baik. Jika memungkinkan, banyak tapi sering dan konsisten, insya Allah itu jauh lebih baik. Tentu, semua didasarkan niatnya ikhlas karena Allah Ta’ala.

Oya, meskipun sudah berbuat baik, tetapi jangan merasa sombong. Apalagi jika membandingkan apa yang kita lakukan dengan yang dilakukan orang lain. Jangan dong merasa lebih baik dari orang lain. Tetap fokus pada apa yang kita lakukan dan jangan menilai orang lain secara berlebihan. Maksudnya, jangan sampai merasa lebih baik lalu merendahkan orang lain. Jadi ujub alias bangga dengan diri sendiri. Jangan. Sebab, kita mestinya khawatir apakah amal kebaikan kita diterima atau tidak oleh Allah Ta’ala. Lebih parah lagi kalo ada orang yang malah berbaik sangka pada dirinya sendiri, justru ketika dia berbuat buruk. Bisa jadi merasa karena keburukan yang dilakukannya nggak seburuk orang lain. Misalnya, dia menghina orang dengan kata-kata, lalu ketika dinasihati di malah berkata, “Ini masih mending, dibanding orang yang nge-bully secara fisik”. Ah, jangan sampe kamu punya pikiran kayak, gitu.

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata,


فالمؤمن جمع إحسانا في مخافة وسوء ظن بنفسه، والمغرور حسن الظن بنفسه مع إساءته

“Seorang mukmin menggabungkan perbuatan baik dengan rasa takut (tidak diterima). Dia juga berburuk sangka terhadap dirinya sendiri (karena yakin banyak kekurangannya).  Adapun orang yang tertipu, berbaik sangka terhadap dirinya dalam keadaan dia berbuat buruk.” (dalam Madarijus Salikin, jilid 2, hlm. 96)

Hal senada disampaikan al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbaliy rahimahullah yang mengatakan,


‏كان السلف يجتهدون في أعمال الخير ويَعدُّون أنفسهم من المقصرين المذنبين ونحن مع إساءتنا نعدّ أنفسنا من المحسنين

“Dahulu para ulama salaf bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amal-amal kebaikan. Namun demikian, bersamaan dengan itu mereka menganggap diri mereka termasuk orang-orang yang banyak kekurangan dan banyak dosa. Adapun kita, sebaliknya. Bersamaan dengan buruknya perbuatan kita, namun kita justru menganggap diri ini termasuk orang-orang yang baik.” (dalam al-Hikam al-Jadirah bil Idza’ah, hlm. 49)

Jadi, tetaplah berbuat baik dan menyemai amal shalih selama hayat masih dikandung badan. Namun, tetap istiqamah dalam niat dan selalu menjaga diri dari penyakit hati yang bakalan merusak amal shalih kita. Jika pun mau memberikan nasihat agar temanmu berbuat amal shalih, tentu dengan niat karena Allah Ta’ala. Bukan demi untuk ujub dan riya’. Cukup Allah Ta’ala yang mengetahui dan menilaimu. Niatkan senantisa untuk mendapatkan ridha Allah Ta’ala, bukan ridha manusia. Ini memang berat, tersebab godaan itu selalu dekat dengan hati kita. Ingin dipuji, ingin dihormati dan sejenisnya. Apalagi kita jadi sorotan karena dianggap sering berbuat baik, sering beramal shalih. Ini berat. Namun, dengan memohon pertolongan dari Allah Ta’ala dan berusaha terus agar bisa ikhlas, insya Allah akan membuat kita tenang.

Salam,

O. Solihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.