Tak Salah Mencintai Matematika

Judul Buku: Tuhan Pasti Ahli Matematika! | Penulis: Hadi Susanto | Penerbit: Bentang, cetakan pertama Agustus 2015 | Jumlah halaman: xxvi + 158 halaman

TPAM-1Saya tidak begitu menyukai matematika, apalagi harus mencintai. Tetapi ketika ada orang yang memutuskan untuk mencintai matematika, saya menghargai. Suatu ketika saya pernah satu kos dengan beberapa teman dari IPB (Institut Pertanian Bogor). Ada 3 orang mahasiswa dalam satu kos itu yang mengambil jurusan matematika. Satu orang seumuran saya, dan waktu itu sedang menyelesaikan skripsinya. Dua orang lagi mahasiswa baru. Sebenarnya ada satu lagi mahasiswa baru itu, cuma saya lupa dia ambil jurusan apa. Saya pernah diskusi dengan mahasiswa yang seumuran saya waktu itu tentang matematika–yang bagi saya tetap membingungkan adalah untuk apa belajar matematika sampai menghasilkan rumus yang ruwet seperti itu. Saya pernah disodorkan skripsinya yang cuma berjumlah 29 halaman itu. Isinya juga bagi saya amat mengherankan. Hanya terdiri dari angka dan rumus yang tidak bisa saya pahami.

Namun demikian, ‘gesekan’ saya dengan matematika terus berlangsung. Di antaranya saya pernah nonton film A Beautiful Mind (film ini rilis tahun 2001), yang disutradarai Ron Howard. Film ini mengisahkan matematikawan (diperankan Russell Crowe) yang menderita skizofrenia yang kemudian memenangkan hadiah nobel dalam bidang ekonomi. Dari film ini saya mencoba mencerna kehidupan seorang matematikawan dan seluk beluk pekerjaannya. Meski sebatas kisah fiksi, tetapi menyisipkan matematika di dalamnya menjadi menarik. Saya menyadari bahwa matematika ada kaitannya dengan banyak bidang ilmu.

Jika pada episode sebelumnya saya berkenalan dengan mahasiswa matematika dan menonton film tentang kehidupan seorang matematikawan, maka kini saya memiliki teman seorang profesor matematika. Mengajar di universitas ternama di Inggris, pula. Dan, kini bukunya saya baca dan resensi. Bukan suatu kebetulan, ini jelas kehendak Allah Ta’ala. Saya yang tak begitu tertarik dengan matematika, apalagi jika harus mencintainya, malah dipertemukan dengan beberapa orang dan kondisi yang membuat saya harus ‘berkenalan’ dengan matematika. Walau sampai sekarang, matematika bagi saya tetap belum mampu mencairkan dinding es yang selama ini saya bangun di pikiran dan hati.Hehehe…

Buku Tuhan Pasti Ahli Matematika! bagi saya unik. Bukan hanya judulnya, tetapi juga isinya. Di bagian awal yang membuat saya penasaran adalah yang memberi pengantarnya itu Kang Abik, nama panggilan Habiburrahman El Shirazy. Bagi saya, Kang Abik adalah seorang sastrawan dengan karya fenomenal Ayat-Ayat Cinta. Tetapi mengapa memberi pengantar buku ini? Usut punya usut, ternyata Kang Abik juga mencintai matematika, selain sebagai kawan dekat Hadi Susanto. Ulasan Kang Abik di pengantar juga menarik. Bahkan menuliskan tentang strategi Perang Badar yang ada hubungannya dengan hitungan matematika.

“Dalam buku ini ada cerita tentang matematika dan penghormatan terhadap guru, tentang matematika dan penghormatan terhadap ibu, bahkan tentang matematika dan Tuhan dan kecilnya diri kita yang tidak lebih dari seonggok debu”, tulis Hadi Susanto di pengantarnya sebagai penulis.

Membaca buku ini dari awal hingga akhir, saya bisa betah berlama-lama. Bukan karena belajar matematika murni. Buku ini adalah jembatan untuk bisa mengerti mengapa ilmu matematika itu ada dan apa saja manfaatnya dalam kehidupan. Pada 4 bab yang ditulis ini, menurut saya sebenarnya semuanya tulisan lepas. Hanya saja diolah menjadi bagian yang runut pada kelompok pembahasan yang dibuat per bab tersebut. Itulah yang menjadi daya tariknya.

Oya, ada satu bahasan yang menarik bagi saya di buku ini, judulnya Kalkulus Persahabatan (halaman 29-33). Inti tulisannya adalah penghormatan murid kepada guru dan kecintaan guru pada muridnya. Hadi Susanto terinspirasi dari sebuah buku berjudul The Calculus of Friendship: What a Teacher and a Student Learned about Life While Corresponding about Math karya Steven Strogatz. Strogatz bercerita tentang persahabatan antara dirinya dan Don Joffray, guru matematika SMP-nya, yang sudah berlangsung selama 30 tahun. Pertemanan mereka berlangsung melalui surat-menyurat tentang matematika. Hadi Susanto, ternyata pernah juga punya pengalaman dengan gurunya, meski tidak begitu sama. Bagi saya pribadi, yang kemudian membuat saya tertarik dengan pembahasan ini, saya juga punya kisah dengan guru saya waktu SMP, yang memotivasi saya agar tetap tegar dan terus berjuang saat mental saya nyaris terpuruk ketika perceraian kedua orang tua saya. Guru itu, yang juga wali kelas saya, adalah seorang guru matematika. Namanya Pak Sukirno. Saya mendadak teringat itu, dan semoga suatu saat saya bisa bertemu kembali dengan beliau meski waktu sudah terlalu jauh meninggalkan kami. Terakhir bertemu tahun 1989, saat saya lulus SMP.

Membaca buku ini, banyak kisah bermanfaat. Meski ada hubungannya dengan matematika–yang menurut banyak orang itu susah–tetapi karena dikemas dengan bahasa yang mudah, maka kita akan merasakan sensasi untuk mulai memposisikan matematika sebagai pelajaran yang tak menyusahkan.

Isi buku ini menarik, namun ada satu yang masih menjadi ganjalan bagi saya, soal judul. Sebenarnya judulnya unik. Tetapi memberi kesan yang seolah sama dengan tabiat manusia, karena menyematkan kata “ahli”. Sebab, kita juga terbiasa menyematkan kata “ahli” kepada manusia, seperti ahli atau pakar matematika, kimia, fisika, biologi, ekonomi, budaya dan sebagainya. Tetapi jujur, saat nulis resensi ini, saya juga belum menemukan kata apa yang pas untuk judul (yang seharusnya). Hehehe..

Terlepas dari soal judul, silakan jika Anda ingin mulai mencintai matematika, setidaknya dengan mulai membaca buku ini.

Salam,

O. Solihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.