Risiko Mencari Ilmu

Inspirasi176 Dilihat

Jika kamu sudah siap untuk mendapatkan ilmu, maka harus tahu risikonya. Mencari ilmu itu nggak mudah. Bisa malah susah dan bertambah susah. Perlu perjuangan, bersakit-sakit, bahkan berdarah-darah. Rela tidur tak nyenyak, makan makanan yang bisa jadi tak membuatmu berselera, apalagi lahap.

Mengapa bisa demikian? Secara fakta, kalo kondisi nyaman biasanya kurang getol, mogok semangat. Merasa sudah mendapatkan apa yang menurut syahwat menyenangkan. Lalu berkilah, mau cari apa lagi? 

Saya pernah merantau untuk melanjutkan belajar jenjang SMK di kota lain yang jaraknya sekitar 350 km dari rumah. Jelas jauh dari orang tua. Kos sendiri. Keperluan makan dan kebutuhan lainnya bergantung dari pemberian orang tua. Rela menahan rindu kepada orang tua dan saudara. Melepas rindu paling cepat setahun dua kali. Saat libur sekolah. Perih? Ada saja. Apalagi jika sedang sakit badan, sakit pikiran. Nggak ada yang merawat, harus mandiri. Harus siap mengurus diri sendiri. Ada teman, tetapi tak enak jika bergantung sepenuhnya kepada mereka. Saya juga harus menghemat bekal yang diberikan orang tua setiap bulannya. Jurus ngirit adalah solusi. Kadang, kalo kepepet saya minjem ke teman. Akhir bulan saat uang bulanan dari orang tua sudah di tangan, saya bayar utang.

Tentu, itu pilihan yang harus saya ambil, lengkap dengan risikonya. Alhamdulillah, Allah Ta’ala mengizinkan saya mendapatkan ilmu, terutama ilmu kehidupan saat merantau. Banyak peristiwa yang jejaknya masih saya ingat. Membersamai kedewasaan. 

Baca juga:  Rahasia Hidup Tanpa Ribet

Mencari ilmu umum saja perlu perjuangan, apalagi ilmu agama. Mestinya lebih banyak lagi hikmah yang didapat. Teringat perkataan Imam Syafi’i rahimahullah, “Tidak mungkin menuntut ilmu orang yang mudah bosan dan merasa puas jiwanya lantas ia berhasil meraih keberuntungan. Akan tetapi seseorang yang menuntut ilmu dengan kerendahan jiwa, kesempitan hidup, dan berkhidmat untuk ilmu maka dialah yang akan beruntung.” (dalam Tadribur Rawi, jilid 2, hlm. 584)   

Semoga menginspirasi.

Salam, 

O. Solihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.