Saran ini bukan berarti menghalangi kreativitas diri kita. Nggak. Sama sekali bukan itu tujuannya. Hanya saja, seseorang yang fokus terhadap satu bidang keahlian yang sangat diminatinya dan dinikmatinya akan memberikan efek kreativitas dan ketahanan mental juang yang lebih baik ketimbang mereka yang ingin meraih segalanya untuk bisa dikuasai atau mereka yang merasa beban dalam menekuni bidang ingin diraihnya.
Mengapa demikian? Tentu saja faktor konsentrasi dan perhatian. Bila banyak yang dipikirkan dan dikerjakan, maka dalam konsentrasi dan mengerahkan kemampuan berpikirnya juga jadi lebih besar. Berbeda dengan yang fokus pada satu bidang. Kerja otak jadi lebih ringan. Lagipula, kita harus mengakui bahwa kemampuan otak setiap orang nggak bisa disamakan satu sama lain. Ada pameo di dunia jurnalistik untuk membandingkan keahlian seorang dokter spesialis dengan wartawan. Dokter spesialis itu menguasai banyak tentang sedikit hal. Tapi kalo wartawan, menguasa sedikit tentang banyak hal. Bener banget kan? Coba dokter spesialis mata, pasti lebih banyak ngerti soal mata. Kalo dokter umum, ya ngerti banyak tapi sedikit-sedikit. Termasuk wartawan yang kelihatannya banyak tahu tentang segala hal (bidang kajian), padahal tahunya itu sedikit-sedikit aja. Ya, saya juga kan pernah jadi reporter jadi bisa ngukur kemampuan diri dan teman seprofesi deh (ciee.. kagak nyombong!). Kecuali mungkin wartawan spesialis dalam liputan tertentu, seperti wartawan perang. Insya Allah ia akan ahli di bidang itu ketimbang wartawan pencari berita umum.
Namun demikian, untuk menjadi pintar memang harus belajar. Belajar kapanpun, di manapun, dari siapapun, melalui jalan apapun. Untuk bisa menulis, saya belajar kapan pun ada kesempatan. Waktu sekolah dulu memang lebih banyak punya waktu khusus, yakni setelah selesai belajar pelajaran sekolah, biasanya malam hari. Umumnya waktu itu yang saya gunakan. Tapi di lain waktu khusus tadi, saya belajar mengasah kemampuan saya dalam membaca banyak hal. Ini sebagai bagian dari belajar dalam rangka menambah wawasan untuk bahan penulisan.
Saya juga belajar menulis tak terikat tempat. Meski umumnya di rumah, tapi sesekali saya juga bisa belajar di tempat lain. Biasanya ini dilakukan untuk bahan penulisan, yakni membaca fakta dan data. Kalo perjalanan jauh saya bawa buku, beli koran, beli majalah. Sehingga nggak ada waktu terbuang percuma. Termasuk jika jenuh dengan bacaan saya kadang ngobrol dengan orang yang ada di perjalanan baik di kereta, bis, pesawat terbang, atau kapal laut. Sedikit basa-basi berkenalan dan umumnya yang pertama kali dilakukan adalah melemparkan satu topik untuk diobrolkan. Tanpa terasa, jika nyambung kita akan dengan mudah berbagi ilmu.
Oya, saya meyakini betul bahwa setiap orang itu unik, maka saya mencoba “menyadap” informasi darinya dan saya jadikan sebagai pelajaran. Jujur saja, saya seringkali terinspirasi dari orang yang saya ajak ngobrol. Tak segan pula saya ngasih apresiasi kepadanya bahwa saya sangat beruntung bisa bertemu dan berbagi pengalaman dengannya. Ternyata, banyak juga di antara mereka yang saya ajak ngobrol mengaku mendapat informasi baru, wawasan baru sebagai inspirasi bagi dirinya setelah ngobrol dengan saya.
Yup, ternyata kita bisa belajar dengan mudah dan murah serta menyenangkan saat saling berbagi informasi dengan siapapun. Apalagi jika kegiatan ini kita lakukan sesering mungkin dengan orang yang berbeda-beda. Jangankan dengan orang yang berbeda-beda, dengan orang yang sudah lama kita kenal pun selalu ada hal baru dalam obrolannya. Sebab, saya juga merasa yakin dia pasti belajar terus dalam kesehariannya dan itu bisa kita ambil manfaat darinya. Maka, bergaullah dengan orang-orang yang semangat belajarnya tinggi. Kita jadi kebawa pinter. Insya Allah. So, beruntung banget bisa ketemu orang-orang spesial dalam hidup kita, sehingga kita bisa belajar darinya dengan mudah dan murah.
Oya, Ngomongin soal teman dan memilih tempat belajar, saya jadi inget pernyataan Luqman al-Hakim yang menyampaikan pesan kepada anaknya, “Wahai anakku! Berhati-hatilah memilih suatu majelis. Apabila kamu berjumpa majelis yang mengingat Allah, segeralah kamu ikut duduk bersama mereka. Karena kalau sekiranya kamu orang alim, ia akan bermanfaat pada kealimanmu. Jika engkau orang yang bodoh, ia akan memberikan pengajaran kepadamu dan Allah akan mencurahkan rahmat kepada mereka yang mengena juga kepadamu,” paparnya.
Kemudian Luqman melanjutkan nasihatnya, “Wahai anakku, janganlah engkau duduk di dalam majelis yang tidak mengingat Allah. Jika engkau seorang pandai, ia tidak akan memberikan manfaat kepadamu, dan jika engkau seorang yang bodoh, maka akan bertambah-tambahlah kebodohanmu akibat ikut berada di majelis yang lupa kepada1 Allah itu. Di samping itu Allah marah kepada mereka dan kamu akan mendapat kemarahan Allah sama seperti mereka juga.”
Jadi, meskipun saya merasa harus belajar dari siapapun dan di manapun, tapi saya membatasi diri untuk hanya belajar dari mereka yang secara akhlaq tuh bagus dan memang di situ tempatnya mencari ilmu yang benar dan baik. Kalo untuk belajar secara umum, ilmu umum maksudnya, ya saya tidak terlalu membatasi, sekadar berbagi informasi aja siapa tahu memang ada sedikit manfaat yang nyangkut bagi perkembangan pengetahuan saya.
Kembali kita ngobrolin tentang harus fokus dalam belajar. Benar banget yang pernah saya alami. Sejak awal saya memang sangat meminati dan menikmati dunia tulis-menulis (termasuk jurnalistik), maka saya fokuskan belajar untuk bidang ini. Maka, ketika sudah bisa dan lancar menulis pun, demi mendapat informasi lebih tentang bidang jurnalistik dan kepenulisan secara umum, saya mengoleksi banyak buku yang berkaitan dengan itu. Tujuannya tentu saja adalah untuk menambah wawasan dan meng-upgrade kemampuan menulis saya.
Selain itu, saking ingin adanya tambahan ilmu dan pengetahuan yang ada kaitannya dengan menulis, saya memutuskan untuk belajar lagi dengan ambil program studi ilmu komunikasi di perguruan tinggi yang menurut saya biayanya cukup murah, yakni di Universitas Terbuka. Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikannya di tengah banyaknya aktivitas pekerjaan, ngisi acara training/pelatihan, dakwah, dan juga ngurus keluarga. Maklum saya kuliah pas udah punya anak. Tapi semangat belajar membuat saya bisa mengatasi semua problem yang ada. Alhamdulillah.
Ya, memang terasa banget manfaat belajar itu. Ilmu bertambah, wawasan meningkat, pengetahuan meluas, dan menjalin ukhuwah dengan banyak orang. Wuih, seru abis deh. So, jangan cuma diem sambil bengong meratapi nasib diri yang tak kunjung membaik. Bergeraklah untuk mencari jalan keluar dari penderitaan. Salah satunya melalui proses belajar. Apalagi belajarnya tak pernah henti. Learning never ending (termasuk learning never pusing kali ye? Hehehe…). Insya Allah, kesuksesan bukanlah semata impian untuk kita raih, tetapi sebuah kenyataan. Percayalah!
Salam,
O. Solihin
Ingin berkomunikasi dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin
*Gambar dari sini