#17 Provokasi

#webseriesramadhan | Serial Marbot Madani | By: O. Solihin

Aji dan anak-anak Marbot Madani dibimbing langsung Bang Faisal akhirnya pergi juga ke Jakarta untuk mengikuti Aksi Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat. Beruntung di kompleknya sudah terbiasa melakukan beberapa aksi sebelumnya. Jadi, para orangtua tak begitu khawatir melepas anak-anaknya untuk ikut aksi kali ini. Selain itu, ini memang aksi damai.

“Kita tak boleh berpencar ketika sudah di lapangan. Tetap jaga kelompok yang sudah dibagi. Masing-masing kelompok ada dua puluh orang. Kita akan gabung dengan teman-teman kita di sana. Pastikan semua anak-anak Marbot Madani tidak ada yang memisahkan diri. Ada tali yang akan membatasi setiap kelompok satu dengan kelompok lain. Setiap kelompok akan dikawal oleh dua orang yang diberikan tanggung jawab. Semua harus mengenal satu sama lain. Pastikan kawan baru kita sudah dikenal. Nanti ketika ketemu langsung kenalan. Berbagi nomor WhatsApp. Jika ada orang tak dikenal menyusup ke barisan, halau. Jangan berikan ruang sedikit pun. Laporkan ke penanggung jawab kelompok. Kita ikuti seruan dari mobil komando. Tidak boleh mengikuti seruan dari peserta lain. Ikuti komando dari atas mobil komando. Paham?” Panjang lebar Bang Faisal membriefing anak-anak Marbot Madani sebelum berangkat.

Mereka berangkat bakda Dhuhur. Dilepas oleh Haji Tohir dan Haji Hanafi. 

“Jaga diri kalian ya. Jangan mudah terprovokasi!” pesan Haji Hanafi.

“Nih, buat bekal takjil di sana!” Haji Tohir ngasih satu kantong keresek lontong dan gorengan ke anak-anak Marbot Madani.

“Sal, jaga anak-anak ya!” Haji Tohir ngasih amplop (mestinya sih berisi uang) ke Bang Faisal.

“Baik Pak Haji, ane nemenin anak-anak. Mohon doanya,” Bang Faisal pamitan sambil salaman ke Haji Tohir dan Haji Hanafi.

ooOoo

Suasana di Stasiun Sudirman saat Bang Faisal dan anak-anak Marbot Madani turun dari commuter line sudah cukup padat. Bang Faisal terlihat beberapa kali menghubungi seseorang via smartphone-nya. Aji, Bimbim, Ryan, Luthfi, Imron, Yasin, dan Didin nyari tempat duduk. Mereka mengenakan topi bertuliskan kalimah tauhid. Bawa tas ransel dan mengenakan baju koko putih.

“Yuk, kita langsung ke depan Gedung Bawaslu,” Bang Faisal ngasih instruksi dan langsung melangkah meninggalkan stasiun Sudirman.

Di luar stasiun massa yang hendak ke Gedung Bawaslu sudah menyemut. Mereka bergerak bersama berjalan kaki. Jaraknya lumayan juga sebenarnya, ada sekira 2,5 km. Melewati Dukuh Atas BNI, UOB Plaza, Bundaran HI. Tapi karena berjalan bersama dan sambil ngobrol jadi tak begitu terasa capek. Tahu-tahu pegel kaki, eh, maksudnya, hampir sampai ke Gedung Bawaslu. Tapi karena sudah ada aparat keamanan berjaga berlapis-lapis, tidak bisa langsung mendekat ke Gedung Bawaslu.

“Tetap taat kepada penanggung jawab masing-masing kelompok ya. Jangan berpencar. Jangan ada yang bergerak sendiri!” Bang Faisal mengingatkan. Dijawab “siap” oleh anak-anak Marbot Madani.

‘Ini teman-teman kita!” Bang Faisal memperkenalkan anak-anak Marbot Madani dengan kawan-kawan barunya.

Semakin sore massa yang datang semakin banyak. Menjelang buka shaum, massa mencari tempat duduk masing-masing bersiap untuk buka shaum. Tampak beberapa orang membagikan makanan dengan tertib. Tak ada yang rebutan. Setelah terdengar suara azan dari masjid sekitar, massa kemudian berbuka puasa dan dilanjut shalat Maghrib berjamaah di jalanan.

Selama aksi berlangsung, aparat menjaga ketat. Bahkan formasinya seperti sengaja dibuat untuk memecah konsentrasi massa. Gulungan kawat berduri tambahan kembali dibentangkan ketika Bang Faisal dan anak-anak Marbot Madani usah shalat Maghrib berjamaah.

Massa meneriakkan yel-yel. Menyanyikan beberapa nasyid yang digunakan saat Aksi Bela Islam tahun 2016 lalu. Hanya saja yang lirik: “Aksi Bela Islam”, diganti dengan “Aksi Bela Negeri”. Massa kian banyak. Aparat keamanan tetap berjaga-jaga lengkap dengan atribut dan juga senjata.

Bakda tarawih sekira pukul 21:00 WIB, terdengar himbauan dari pengeras suara agar massa membubarkan diri. Tampaknya dari polisi. Bang Faisal meminta anak-anak Marbot Madani diam di tempat.

“Kita ikut komando dari mobil komando. Apapun yang terjadi,” Bang Faisal mengingatkan kembali.

“Gimana Bang? Kita tetap di sini?” tanya Aji.

“Sebentar, kita tunggu komando dulu dari mobil komando,” Bang Faisal menegaskan, sesaat kemudian smartphone-nya berdering lalu menerima panggilan telepon.

Himbauan berkali-kali dari pengeras suara makin sering disampaikan. Kerumunan massa mulai bergerak. Terdengar juga teriakan dari arah kerumunan massa yang meminta jangan bubar. Kondisi jadi riuh.

“Bang, gimana kita?” Imron menunggu perintah. Anak-anak Marbot Madani juga masih tetap bertahan tapi agak terdesak-desak oleh massa yang bergerak dari arah berlawanan.

“Ok, kita mundur!” Bang Faisal ngajak anak-anak Marbot Madani dan kawan-kawan barunya yang bertemu di aksi itu. Beberapa gelombang massa mulai bergerak ke arah Tanah Abang. Ada yang meneriaki polisi, ada yang menenangkan yang lain supaya tak terpengaruh. Ricuh.

“Tetap di dalam tali! Awasi bila ada orang tak dikenal memasuki barisan kalian,” Bang Faisal ngasih instruksi lagi sambil tetap mengawal anak-anak Marbot Madani.

Agak susah mereka untuk keluar dari kerumunan. Sekira pukul 21:45 WIB akhirnya mereka sampai di Stasiun Sudirman untuk kembali ke Depok. Beberapa pesan WhatsAppa masuk ke smartphone Bang Faisal.

“Nih, ada yang kirim foto. Mulai ada bentrokan!” Bang Faisal menunjukkan smartphone-nya. Sebuah pesan yang melampirkan foto kerusuhan.

“Alhamdulillah kita sudah pulang. Tadi Abang menunggu instruksi dari atas mobil komando, cuma nggak terdengar. Abang lalu menelepon beberapa kawan yang akhirnya mendapat instruksi untuk mundur dan membubarkan diri. Katanya, itu juga atas keputusan dari penggerak aksi,” panjang lebar Bang Faisal menjelaskan ke anak-anak Marbot Madani.

“Semoga tidak terjadi hal-hal yang buruk,” Bang Faisal berdoa.

Mereka menikmati perjalanan commuter line yang terus bergerak ke arah Selatan. Berhenti di setiap stasiun, hingga akhirnya sampai di Stasiun Depok Baru. Mereka turun lalu melanjutkan perjalanan dengan naik angkot pulang ke rumah mereka.

ooOoo

Bakda shalat Subuh berjamaah di Masjid Daarun Niaam, Bang Faisal diajak ngobrol oleh Haji Tohir dan Haji Hanafi. Sudah ada beberapa orang lainnya yang penasaran dengan kondisi terbaru yang sudah berseliweran melalui media sosial berbagai informasi dan opini, termasuk berita hoax. Media sosial ikut riuh.

“Sal, alhamdulillah ente dan anak-anak Marbot Madani udah pulang semalam,” Haji Hanafi memulai pembicaraan.

“Nih, ngeri banget ya. Sampai menjelang sahur itu rusuh. Ada tembakan, ada yang terluka, ada pula korban jiwa,” Bang Badrun ikut nimbrung sambil ngasih deretan percakapan dan info di grup WhatsApp yang diikutinya .

“Ane bilang juga apa. Nggak usah turun ke jalan. Terima aja hasil keputusan KPU,” Pak RT Sidik ngasih pendapatnya.

“Tapi ane rasa ini bukan persoalan Jokowi dan Prabowo, Te!” Haji Tohir nimpalin omongan Pak RT Sidik.

“Lalu ini soal apa dan soal siapa?” Pak RT Sidik balik tanya.

“Lha, ente dari kemarin ngotot mulu. Ini soal keadilan yang tak ditegakkan. Kecurangan sudah jelas di depan mata,” Haji Hanafi jadi ikutan panas.

“Emang ada buktinya? Semua bukti dari BPN nunjukinnya dari media sosial dari pendapat si ini pendapat si itu,” Pak RT Sidik masih punya alasan.

“Maaf bapak-bapak, soal ini kita udah bahas kemarin. Jadi udah kita anggap selesai. Ini ada masalah baru lagi. Kerusuhan yang memakan korban jiwa. Nih, beritanya!” ujar Bang Faisal sambil nunjukkin situs berita mainstream dari smartphone-nya.

“Ini massa bayaran kali ya? Ane dapat info juga dari teman di grup WhatsApp!” Gus Durian ikut masuk dalam obrolan.

“Saya menduga malah sejak lama, bapak-bapak. Ketika muncul ungkapan people power agak was-was. Sebab, kalo jumlah massa yang banyak di suatu tempat, apalagi tak ada koordinasi dan pengamanan dari penggerak aksi, pasti rawan penyusup. Ujungnya ya anarkisme,” Bang Faisal melanjutkan.

“Berarti yang harus bertanggung jawab kubu 02 tuh!” Pak RT Sidik ngasih argumen sekaligus tuduhan.

“Nggak begitu juga kali, Te!” Haji Hanafi membela.

“Kan udah jelas kerusuhan ini muncul karena banyaknya massa yang demo. Massa yang demo karena tergerak dari ungkapan people power untuk melawan kecurangan. Nah, jadi siapa lagi yang disalahkan selain kubu mereka?” Pak RT Sidik tetap pada pendapatnya.

“Baik. Tapi ada satu pertanyaan buat Pak RT, apa pernah terpikir bahwa perusuh itu, para provokator itu, justru dari pihak ketiga? Siapa pihak ketiga ini kita tak tahu pasti. Apalagi di berita muncul bahwa massa yang menyerang polisi dikatakan berbeda dengan demo sore dan malam. Bahkan perusuh yang ketangkep polisi dari mulutnya tercium bau alkohol. Apa kita percaya begitu saja bahwa pendemo aksi damai kelakuannya begitu? Padahal khamr dilarang dikonsumsi umat Islam. Dalam hal ini juga perlu obyektif,” Bang Faisal merinci dengan jelas analisanya.

“Jadi kira-kira dari mana itu ya provokatornya?” tanya Gus Durian.

“Ini dari awal sudah ada provokasi sebelum terjadi aksi damai. Bapak-bapak tahu siapa orang yang mengancam akan melepas ratusan anjing piarannya untuk melawan para peserta aksi Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat? Itu juga provokasi kategorinya. Bikin orang tambah mendidih amarahnya,” terang Bang Faisal.

Haji Tohir, Haji Hanafi, Gus Durian, dan Pak RT Sidik merasa kagum juga kepada Bang Faisal. Mereka mengagumi cara berpikirnya. Pak RT Sidik pun tak kuasa berargumen lagi.

“Provokasi dari pihak ketiga ini, yang kita nggak tahu siapa mereka tapi dampaknya kita rasakan, sudah merusak tujuan aksi. Membenturkan aparat keamanan dengan rakyat. Sengaja sepertinya. Tapi, jika provokasi itu dilakukan berdasarkan perintah di atas perintah, dengan tujuan membuat chaos, jelas ini lebih berbahaya lagi. Maksudnya ada operasi intelijen, baik di dalam negeri maupun yang bermain dari luar negeri. Jika ini yang terjadi, besar kemungkinan provokator itu ada yang membayar. Ngeri, bapak-bapak. Demi sebuah kekuasaan yang tak abadi, berani berhadapan dengan rakyatnya sendiri,” Bang Faisal kembali menjelaskan.

“Eh, saya jadi nggak enak nih. Malah ceramah pagi-pagi. Maaf ya bapak-bapak,” Bang Faisal mengakhiri obrolannya pagi itu. Di benak Haji Tohir, Haji Hanafi, Gus Durian dan Pak RT Sidik dipenuhi banyak pendapat yang sudah disampaikan Bang Faisal. Berusaha memahaminya dan menjadikkannya sebagai tambahan wawasan.

Sebelum pamitan, Bang Faisal memberikan info yang masuk ke grup WhatsApp-nya: korban meninggal hingga pagi ini 6 orang!

“Innalillaahi wa inna ilaihi roojiuun,” bapak-bapak kompak.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.