Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Ta’ala. Dialah yang menyatukan kami dalam ikatan pernikahan. Tak mudah menjalinnya, tetapi bukan perkara sulit jika kita siap menerima konsekuensinya. Sebuah keberanian yang didasari keimanan, membuat kami mengambil risiko. Menikah, bukan hanya menyatukan hati kami yang masing-masing memiliki perbedaan, namun sekaligus siap menanggung beban masalah yang kami bawa. Atas izin Allah, kami bisa melangkah sejauh ini, 16 tahun. Masih belum banyak jejak diukir dalam perjalanan usia pernikahan kami. Apalagi jika dibandingkan dengan waktu yang sudah ditempuh orang tua kami.
Saya dan istri tak pernah menjadikan ulang tahun pernikahan sebagai sesuatu yang harus dirayakan. Kami hanya mengucap syukur dan melakukan introspeksi masing-masing. Sudah seberapa besar upaya kami lakukan untuk terus mentautkan hati, menyatukan keinginan yang sama, meski ada saja hal berbeda dari kami dalam memandang persoalan.
Menikah tak mesti melulu cerita indah. Kadang (atau bahkan sering?) menghadirkan kisah duka-pilu-merana. Namun, karena memiliki tujuan yang sama, semua bisa dilalui dengan keikhlasan dan kesabaran serta senantiasa mengharap ridho Allah Ta’ala. In sya Allah. Apapun yang terjadi, kami berusaha untuk tetap menyatukan tujuan dalam membina rumah tangga yang sakinah-mawaddah-penuh rahmah untuk menghasilkan generasi terbaik yang bermanfaat bagi umat. Selain itu, kami berupaya untuk menghargai sedikit perbedaan dan berusaha empati dalam memahami keinginan masing-masing. Kuncinya ada pada kepercayaan, kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen yang dilandasi kecintaan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Semoga, perjalanan 16 tahun yang sudah dilalui, setapak demi setapak jalannya terukir jelas dengan sejarah kebaikan dan menebar manfaat untuk kami dan generasi kami ke depannya. Semoga pula, untuk selamanya dan senantiasa memberikan keberkahan untuk semuanya.
Bogor, 21 November 2015, dalam mengenang episode 21 November 1999 di Bandarlampung
O. Solihin dan Nur Handayani