Pepesan Kosong

pepesanMalam kemarin Real Madrid hancur dilumat Borussia Dortmund dalam laga pertama semifinal Liga Champions Eropa dengan skor telak 4-1. Malam sebelumnya, Barcelona juga batatayan (baca: hancur lebur alias lebih parah lagi) digilas Bayern Munchen dengan 4 gol yang bersarang di gawangnya dan tak mampu membalasnya. Reaksi kubu yang menang dan kubu yang kalah jelas berbeda. Juergen Klopp (pelatih Dortmund) bahagia, Mourinho (pelatih Madrid) kecewa. Pada laga sebelumnya, Juup Heynckes (pelatih Bayern) girang, Vilanova (pelatih Barcelona) berduka. Pemenang pastilah senang, yang kalah pastilah kecewa. Pun demikian dengan pendukungnya. Komentar mereka dihamburkan di jejaring sosial dan juga di situs-situs berita, khususnya rubrik sepak bola.

Perseteruan dengan saling ejek sudahlah pasti terjadi di antara pendukung klub yang menang dan yang kalah. Bahkan ada yang tak mau terima tim yang didukungnya kalah (mungkin karena dia juga kalah judi). Lha, apa masalahnya jika harus tak terima? Pertandingan sudah selesai dan para pemain dari tim yang ditonton dan didukungnya pun sudah mengakui kekalahan mereka. Apa pentingnya bagi para pendukung klub tersebut di sini—yang sekadar mendukung, tidak ikut bermain, tidak menonton secara langsung ke sana, dan para pemain Barcelona ataupun Real Madrid pun pastinya juga tak mengenal para pendukungnya di sini. So, masalah buat Anda?

Menurut saya sih, bertengkarnya antar pendukung dalam kasus tersebut ibarat memperebutkan pepesan kosong. Ya, pepesan adalah paket yang diekspektasikan terdiri dari bungkus daun pisang, isinya berupa ikan mas atau lainnya yang dilumuri bumbu dan penyedap, diolah menurut cara memasaknya dan siap disajikan. Nah, pepesan kosong berarti bungkusnya saja tanpa isi. Jadi, sudahlah, jika pun menyukai pertandingan sepak bola, nikmati saja jalannya pertandingan. Sekadar hiburan saja (jika pun itu dianggap sebagai hiburan). Tak perlu ikutan terbawa emosi dan melampiaskannya di situs jejaring sosial dengan sumpah serapah dan saling ejek antar pendukung. Malu.

Bagi kita, kaum muslimin, masih banyak persoalan yang harus dipikirkan dan juga dikerjakan. Persoalan dan masalah kita sangat banyak dan membutuhkan jawaban dan solusi. Tak enak hati rasanya jika untuk membahas hal-hal remeh kita bisa berbusa-busa, sementara untuk membahas masalah kaum muslimin kita diam bak dilanda sariawan. Malu pula rasanya jika harus bertengkar gara-gara saling ejek antar pendukung klub sepak bola, tapi bungkam saat saudara-saudara kita di Myanmar dan Suriah ditindas orang-orang kafir atau acuh saja saat tetangga dekat kita kelaparan.

Ayolah, kita perlu takut dengan sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh al-Hakim ini, ““Siapa saja di pagi hari tidak memikirkan masalah kaum muslimin, maka bukan termasuk golongan mereka.” (dalam al-Mustadrak, jilid IV, halaman 320)

Rasulullah saw. senantiasa memikirkan dan memelihara urusan umat selama hidupnya, demikian pula para Khulafaur Rasyidin dan para sahabat sesudahnya. Kita, tentu saja wajib mengikutinya. Jika memang kita ingin meneladani Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Jadi, hentikan kebiasaan kita yang hanya bisa bertengkar dan bermusuhan dalam hal yang sepele dan bahkan tak ada hubungannya sama sekali dengan urusan kaum muslimin, apalagi hal itu amat jauh dari urusan perjuangan dakwah untuk menegakkan syariat Islam. Sebaliknya, perbuatan tersebut hanya akan membuat beban dakwah kian berat karena pengemban dakwanya harus mengajak mereka yang masih terbelakang dalam urusan agama sementara ancaman musuh dakwah setiap saat terus ditebar. Yuk, kita sama-sama bekerja untuk memperbaiki kualitas kehidupan kaum muslimin. Tentunya dengan belajar dan ikut terjun dalam dakwah menyadarkan kaum muslimin.

 

Salam,
O. Solihin
Ingin berbincang dengan saya? Silakan via Twitter di @osolihin

*Gambar dari sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.