Mengetahui minat dalam kepenulisan

Pertanyaan:

Assalaamu’alaikum wr wb

[cc_blockquote_right]Awalnya saya mencoba belajar menulis apa saja fiksi dan non fiksi. Ini saya lakukan karena saya pernah baca buku bahwa untuk memulai belajar menulis, menulislah apa saja dan dalam perjalanan nanti akan terbentuk sendiri cocoknya di penulisan apa. [/cc_blockquote_right]Mas Solihin, sebelum bertanya saya ingin memperkenalkan diri dulu, nama saya Badiyo, pendidikan saya hanya sampai di semester 3 Fak. Biologi Unsoed, Purwokerto. Di usia yang sudah tidak muda lagi, saya  baru mulai belajar menulis, ini saya lakukan kira-kira 2-3 tahun yang lalu. Saya belajar menulis secara otodidak, dengan membaca berbagai buku dan artikel tentang menulis.Mungkin karena faktor usia dan juga kesibukan bekerja, saya merasa proses belajar saya sangat lambat, indikatornya adalah belum berhasil membuat tulisan. Masalah berikutnya adalah, sulitnya saya untuk fokus ke bidang tertentu. Saya orangnya suka tertarik terhadap banyak hal seperti fenomena yang terjadi di masyarakat, politik, olah raga, motivasi, pengembangan diri dan sebagainya. Ini membuat saya jadi tidak mengetahui secara mendalam bidang tersebut.

Awalnya saya mencoba belajar menulis apa saja fiksi dan non fiksi. Ini saya lakukan karena saya pernah baca buku bahwa untuk memulai belajar menulis, menulislah apa saja dan dalam perjalanan nanti akan terbentuk sendiri cocoknya di penulisan apa. Meski saya belum berhasil membuat tulisan yang dipublikasikan, saya merasa kecenderungan saya adalah menulis semacam essay, opini dan sejenisnya.Kata orang, untuk berhasil kita  harus fokus. Tetapi untuk fokus, kita kan harus tahu dulu minat dan kelebihan kita di mana.

Pertanyaan saya, bagaimana caranya untuk bisa segera mengetahui minat atau kelebihan kita di penulisan jenis apa?

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum.

Pengirim: Badiyo

Jawaban:

‘alaikumussalam Pak Badiyo.

Senang sekali saya bisa berkenalan dengan Anda. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk terjalinnya ukhuwah (persaudaraan) di antara kita. Terima kasih.

Pak Badiyo, membaca prolog e-mail dari Bapak, saya sangat salut karena Bapak berusaha untuk belajar. Terus belajar bahkan secara otodidak. Meski usia tidak lagi muda, dan tentu banyak perhatian yang harus dibagi. Semangat dan upaya seperti ini patut dipertahankan, dan semoga bisa lebih ditingkatkan Pak. Sebab, tak banyak yang bisa memilikinya. Usia bukan halangan untuk belajar. Dan seharusnya memang begitu.

Menurut pengalaman saya, menulis itu memang bergantung kepada motivasinya. Itu sebabnya, pilihan minat menulis, gaya seperti apa yang ingin diterapkan dalam menulis, jenis tulisan yang ingin dicoba ditulis secara rutin, dan sejenisnya akan ikut terpengaruh sesuai dengan motivasi menulis kita.Saya memang belum tahu secara jelas minat dari masing-masing orang dalam menulis karena belum pernah melakukan wawancara dengan mereka. Tapi insya Allah bisa mengetahuinya secara sekilas dengan cara membaca karya-karya yang ditulisnya. Jika ia sering menulis cerpen, berarti memang minat dan fokusnya ke sana. Jika si penulis itu sering membuat esai, jelas juga bahwa minatnya di bidang penulis nonfiksi. Ada juga yang sering menulis untuk segmen remaja, berarti si penulis tersebut fokus menulis yang ditujukan ke sana. Termasuk jika ada penulis yang setiap tulisannya itu selalu memberikan solusi islami ketika menyikapi fenomena yang ada di tengah masyarakat, berarti ia memang fokus ke sana.

Nah, berkaitan dengan menumbuhkan minat menulis dan mengetahui jenis tulisan apa yang ingin ditulis, maka terlebih dahulu menentukan motivasi kita dalam menulis. Motivasi ini penting sebab berkaitan dengan masa depan minat kita dalam menulis. Jika motivasi menulis kita hanya sebagai mengisi waktu luang saja, maka sudah pasti begitu kita padat waktu, menulis menjadi tidak pernah kita lakukan. Jika motivasinya adalah mendapat popularitas, maka ketika sudah didapatkan, kita jadi haus sanjungan dan sangat mungkin untuk terus menulis. Tapi bisa juga malah berhenti menulis karena yang penting sudah mendapat popularitas. Begitu juga sebaliknya, ketika popularitas tak kunjung datang, meski sudah puluhan atau ratusan tulisan kita buat, kita akan jadi malas untuk menulis lagi. Jika motivasinya adalah untuk mendapatkan materi, maka ketika materi sudah banyak kita raih kebiasaan menulis kita juga terhenti. Bahkan jika materi terus melimpah, maka menulis mungkin saja ditinggalkan. Kreativitas kita terhenti dan inovasi kita melempem. Termasuk sebaliknya, jika materi tak kunjung kita raih meski sudah banyak tulisan yang kita buat, maka kita akan berhenti menulis. Toh pikir kita, menulis tak mendatangkan kekayaan. Tentu saja jika ini yang dijadikan motivasi utama kita dalam menulis. Semoga kita bukan termasuk orang-orang demikian.

Apa sebaiknya motivasi yang perlu kita tetapkan dalam menulis? Saya bukan hakim atau guru, juga tak ingin mengekang kreativitas siapa pun termasuk Pak Badiyo. Jadi sebenarnya diserahkan kepada masing-masing penulis. Namun, saya hanya belajar dari para penulis yang ternyata sampai sekarang terus berkarya meski usia sudah menggerogoti staminanya, meski sudah mendapatkan banyak materi dan popularitas. Motivasinya apa jika demikian? Idealisme. Ya, idealisme. Terlepas dari idealisme mereka benar atau salah, keliru atau kurang tepat. Yang pasti mereka telah berhasil menunjukkan bukti bahwa menulis dengan motivasi idealisme akan lebih awet dan terus terjaga. Misalnya Pramoedya Ananta Toer, beliau menulis terus meski harus menjalani hukuman diasingkan oleh pemerintah karena dianggap tulisannya berbau ideologi “kiri”. Selain ilmu dan semangat, pasti ada idealisme yang menancap kuat dalam tujuan dan motivasi menulis beliau. Terlepas dari salah atau benar. Ini sekadar menyebut contoh, masih banyak penulis lain, misalnya Bung Karno, Presiden RI pertama yang rajin menulis, Pak Rosihan Anwar, HB Yassin dan lainnya. Insya Allah banyak dan Pak Badiyo mungkin punya penilaian sendiri.

Saya sendiri memiliki motivasi yang kemudian menjadikan saya lebih fokus menulis jenis tulisan tertentu dengan segmen pembaca tertentu pula. Awalnya waktu SMP sampai SMA sering menulis puisi dan catatan harian di buku harian saya tapi kemudian lebih fokus ke masalah agama. Ketika menulis puisi atau catatan harian di buku harian dulu, sebabnya adalah karena saya merasa dengan menuliskan seperti itu saya belajar menghargai diri saya dan merasa bangga dengan diri. Bukan narsis. Tapi sekadar menghargai keunikan diri saya. Sebab, kita jangan takut merasa berbeda dengan orang lain, karena perbedaan justru menjadikan diri kita spesial. Ukuran kita maju bukan membandingkan atau melihat keberhasilan orang lain. Tapi jadikan keberhasilan orang lain sebagai sarana untuk memicu dan memacu prestasi kita. “Dia aja bisa kenapa saya nggak?”. Jadikan keberhasilan orang lain sebagai inspirasi untuk keberhasilan kita. Tapi jangan terjebak untuk “copy paste” diri orang lain kepada diri kita.

Sementara tujuan saya dalam menulis ketika ingin belajar menulis lebih serius adalah ingin menyampaikan kebenaran Islam kepada remaja karena saya merasa waktu remaja dulu tak kenal bacaan yang bisa memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam keislaman saya. Nah, tujuan tersebut sudah saya putuskan. Jadi saya ingin menulis dengan gaya remaja karena ditujukan untuk remaja dan tema yang akan sering saya tulis adalah tema remaja yang ditulis dalam sudut pandang Islam. Kemudian niat atau motivasinya adalah menulis sebagai sarana dakwah dan perjuangan saya. Alhamdulillah dengan motivasi saya seperti ini, saya merasa tetap fresh untuk menulis. Terus menumbuhkan kreativitas dan inovasi saya dalam menulis. Karena saya sampai saat ini memang fokus membidik remaja dengan gaya tulisan remaja yang sudut pandang arahannya kepada remaja dengan menjadikan Islam sebagai solusi. Itu aja.

Itu sebabnya, untuk bisa mengetahui minat Pak Badiyo dalam menulis. Pak Badiyo bisa merunut kelebihan dan kelemahan yang dimiliki. Menuliskan daftar minat itu di selembar kertas atau di lembar kerja MS Word di komputer (misalnya, menulis tentang agama, olahraga, teknik, ekonomi, sosial, budaya, politik dsb). Usahakan tulis dengan jujur kepada diri sendiri dan mengukurnya dengan obyektif. Setelah mendapatkan jawaban dari daftar tersebut, yakni dengan memantapkan pilihan yang memang cocok dengan kondisi Pak Badiyo saat ini, maka itulah yang harus dikerjakan. Apa pun risikonya nanti. Sebab, jangan takut menghadapi risiko, anggap saja risiko sebagai kesempatan untuk belajar menjadi berani. Jika sudah demikian niatnya, maka Pak Badiyo bisa mulai fokus mengerahkan kemampuan yang sudah diputuskan dan mengesampingkan minat lain yang menurut Pak Badiyo belum sanggup untuk dikerjakan. Fokus. Karena fokus akan memberikan efek perhatian dan kepedulian kita yang lebih dalam bekerja.

Oya, satu lagi. Di kalangan para penulis berlaku pameo: “apa yang kita baca, itulah yang kita tulis” Artinya, budaya menulis ini sering berbanding lurus dengan apa yang kita baca. Sering membaca fiksi, maka besar kemungkinan kita akan menulis jenis tulisan fiksi. Begitu pun sebaliknya. Seringnya kita membaca karya nonfiksi, maka tulisan kita juga akan ke arah sana. Nah, untuk menentukan fokus dan minat menulis, Pak Badiyo bisa mengukur kemampuan diri, di mana minat dan fokus menulis akan digarap dengan melihat bacaan yang selama ini diminati lebih banyak lebih penuh perhatian oleh Pak Badiyo.

Semoga memberikan tambahan wacana dan tetap semangat untuk menulis. Wallahu’alam.

Salam,

O. Solihin

2 comments

Tinggalkan Balasan ke ajis Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.