Kita yang selalu berharap

Assalaamu’alaikum wr wb

Teman-teman, kita selalu berharap agar kita mendapat kebaikan. Tapi, pernahkah kita berbuat baik? Kita selalu berharap mendapat kebahagiaan. Tapi pernahkah kita membahagiakan orang lain? Kita juga nyaris selalu berharap mendapatkan perhatian, tapi pernahkah kita juga memperhatikan orang lain?

Mungkin dari ketiga pertanyaan ini ada jawaban yang beragam dari teman-teman. Jawaban “ya” yang beragam, dan begitupun jawaban “tidak” yang beragam.

Kita mulai dari jawaban “ya”. Ya, kita selalu berharap mendapat kebaikan, dan kita juga senantiasa berbuat baik. Syukurlah kalo memang demikian adanya. Ada lagi jawaban lainnya; selalu berharap tapi lemah berbuat. Kita senantiasa ingin mendapat kebaikan, tapi lemah dalam berbuat baik. Jadi, apa pantas kita selalu berharap mendapat kebaikan, sementara kita jarang berbuat baik? Mungkin juga ada yang lemah berharap, pun lemah berbuat. Ini agak menyedihkan, karena berharap mendapat kebaikan saja jarang, pun kurang dalam berbuat baik. Dari ketiga jenis jawaban itu yang tahu hanyalah yang bersangkutan dan Allah Swt. Ya, kita bisa interospeksi diri.

Bagaimana dengan jawaban “tidak”? Ya, ini juga beragam. Ada yang tidak pernah berharap mendapat kebaikan, tapi selalu berbuat baik. Dirinya semata memberikan apa yang dimilikinya untuk kebaikan orang lain, meskipun ia sendiri tak terlalu berharap mendapat kebaikan. Ada juga yang tidak berharap mendapat kebaikan, karena dirinya tak pernah berbuat kebaikan. Ini mungkin karena merasa sama-sama tidak berharap. Jadi, impas saja. Tak berharap karena tak pernah berbuat. Mungkin juga ada jawaban lainnya, selalu berharap meskipun tidak pernah buat. Wow, ini namanya “pinter kodek” dalam istilah bahasa Sunda. Artinya ingin menang sendiri, ingin senang sendiri. Selalu berharap mendapat kebaikan, tapi tak pernah merasa untuk berbuat baik. Dari ketiga jawaban ini, tentu saja yang tahu pasti hanyalah yang bersangkutan dan Allah Swt.

Teman-teman, silakan Anda mencocokkan dengan pernyataan-pernyataan tersebut. Tapi kita berharap semoga saja kita termasuk orang yang pandai bersyukur, pandai berbuat baik, pandai bersabar. Bukan semata pandai berharap tapi tak pernah berbuat.

Jika kita hubungkan dengan apa yang kita minta dan harapkan kepada Allah Swt. dengan apa yang kita perbuat untuk Allah Swt., rasanya kita pantas untuk merenung. Ya, saya jadi teringat al-Quran, ayat 186 dari surat al-Baqarah (yang artinya): “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Ayat ini turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi saw. yang bertanya: “Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeruNya?” Nabi saw. terdiam, hingga turunlah ayat ini (QS. 2: 186) sebagai jawaban terhadap pertanyaan itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lainnya dari beberapa jalan, dari Jarir bin Abdul Hamid, dari Abdah as-Sajastani, dari as-Shalt bin Hakim bin Mu’awiyah bin Jaidah, dari bapaknya yang bersumber dari datuknya.)

Menurut riwayat lain, ayat ini (QS. 2: 186) turun sebagai jawaban terhadap beberapa shahabat yang bertanya kepada Nabi saw.: “Dimanakah Tuhan kita?”
(Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Hasan, tetapi ada sumber-sumber lain yang memperkuatnya. Hadits ini mursal.)

Menurut riwayat lain, ayat ini (QS. 2: 186) turun berkenaan dengan sabda Rasulullah saw.: “Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah Swt. telah berfirman “Ud’uni astajib lakum” yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya (QS 40: ayat 60). Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?” Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (QS. 2: 186) (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang bersumber dari Ali.)

Menurut riwayat lain, setelah turun ayat “Waqala rabbukum ud’uni astajib lakum” yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya (QS. 40: 60), para shahabat tidak mengetahui bilamana yang tepat untuk berdoa. Maka turunlah ayat ini (QS. 2: 186) (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Atha bin abi Rabah.)

Semoga kita yang senantiasa berharap agar Allah Swt. mengabulkan keinginan kita, dibarengi dengan taatnya kita kepada Allah Swt. dan sekaligus beriman kepadaNya. Sebab, bagaimana mungkin kita bisa berharap mendapat kebaikan dari Allah Swt., tanpa sedikitpun kita taat dan tak beriman kepadaNya. Iya kan?

Ini sekadar renungan kecil di pagi hari yang cerah, dan kita masih bisa menikmati indahnya hidup di dunia milikNya. Semoga kita pandai bersyukur kepada Allah Swt. Wallahu’alam.

Salam,

O. Solihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.